Selasa, 01 November 2016

Muhammad Amin 15.21.0050 Muhammad Iqbal 15.21.0079

ABSTRAK
COPERATIVE LEARNING (ROBERT E. SLAVIN)
                                                                       Oleh:
Muhammad Amin          15.21.0050
Muhammad Iqbal          15.21.0079
Prodi:
Pendidikan Bahasa Inggris
Email:

Robert E. Slavin (1994) menyatakan bahwa “model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran”.
Tipe-tipe coperative learning menurut Robert E. Slavin Metode coperative learning pada intinya menekankan pada interaksi antara masing-masing anggota kelompok demi kesuksesan pembelajaran. Metode ini memiliki komponen penting dalam pelaksanaannya. Beberapa teknik dalam Cooperative Learning meliputi STAD (Student Team Achievement Division), TAI (Team Assisted Individualization), TGT (Teams Games Tournament), CIRC (Cooperatif Integrated Reading And Composition), Jigsaw, GI (Group Investigation), CO-OP CO-OP, Complex Instruction.
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran efektif dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil untuk saling bekerja sama, berinteraksi, dan bertukar pikiran dalam proses belajar.
Penelitian ini mengacu pada coperative learning (Robert E. Slavin) yang kami aplikasikan pada penelitian kepada siswa-siswi di SMK Negeri 3 Banjarbaru. Jenis penelitian yang kami teliti dengan metode deskriptif dan teknik wawancara dengan observasi secara langsung.

Hasil penelitian kami adalah bahwa sebagian besar siswa-siswi  lebih menyukai pembelajaran kooperatif karena lebih mengasyikan dan materi lebih cepat selesai ketimbang dengan metode penjelasan guru yang seperti ceramah tanpa hentinya. Siswa-siswi akan merasa bosan.
PENDAHULUAN
Latar belakang
     Adanya kecendrungan sekolah-sekolah membentuk kelas-kelas unggulan atas dasar prestasi akademik dewasa ini patut dikaji ulang. Apakah kecendrungan itu didasari atas pertimbangan yang sejalan dengan tujuan pendidikan kita ataukah karena pertimbangan lain sesuai dengan permintaan pasar yang bersifat sesaat?
Terlepas dari mana yang benar, fenomena yang muncul dalam sistem persekolahan yang ada sekarang ini cenderung memerlakukan siswa secara kurang adil dan kurang humanitis. Siswa pandai diberi label unggulan dengan segala fasilitas yang diberikannya, sementara siswa yang dikelas tak unggul  memperoleh label kurang dan predikat negatif yang lain. Siswa pada kelompok unggul berkompetisi secara keras dan cenderung individualistik. Sementara siswa dikelas tidak unggul merasa tidak mampu, frustasi dan selanjutnya menerima keadaan itu.
Persoalan lain yang menunjukan aspek kompetitif dan individualistik dalam pendidikan kita adalah model pembelajaran langsung (model pembelajaran konvensional). Pada pembelajaran konvensional, guru menjadi pusat pembelajaran,berperan mentransfer dan meneruskan (transmit) informasi sehingga siswa tidak perlu mengkonstruksi ide-idenya. Tingkat partisipasi siswa sangat terbatas karena arus interaksi didominasi oleh guru. Bentuk penugasan dalam pembelajaran ini bersifat individual. Sebagai konsekuensinya, evaluasi yang diterapkan dikelaspun juga individual.
Dalam hal ini, guru perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar dimana siswa daat aktif membangun pengetahuan sendiri . Hal ini sesuai dengan pandangan kontruktivisme yaitu keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Keberhasilan dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berkaitan dengan diri siswa, diantara nya adalah kemampuan, minat, motivasi, keaktifan belajar dan lain-lain.Sedangkan faktor eksternal adalah faktor dari luar diri siswa , diantaranya adalah model pembelajaran.




Model pembelajaran memiliki andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar.  Kemampuan menangkap pembelajaran oleh siswa dapat dipengaruhi oleh pemilihan model pembelajaran yang tepat, sehingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai. Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif bagi guru untuk menjadikan kegiatan pembelajaran dikelas berlangsung efektif dan optimal. Salah satunya yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif.
Wagitan (2006) menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat menjadi  salah satu alternatif karena banyak pendapat yang menyatakan bahwa pembelajaran aktif termasuk kooperatif mampu meningkatkan  efektivitas pembelajaran. Pembelajaran kooperatif  mengutamakan kerja sama antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan pembelajaran kooperatif dapat mengubah peran guru, dari yang berpusat pada gurunya ke pengelolaan siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Model pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengajarkan materi yang kompleks, dan lebih penting lagi, dapat membantu guru mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial dan hubungan antar manusia.
Pembelajaran kooperatif memiliki manfaat atau kelebihan yang sangat besar dalam memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih mengembangkan kemampuannya. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan pembelajaran kooperatif, siswa dituntut aktif dalam belajar melalui kegiatan kerja sama kelompok.




Permasalahan
Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:
1.      Apa pengertian dari pembelajaran kooperatif?
2.      Pencapaian prestasi siswa dalam pembelajaran kooperatif?
3.      Apa saja tipe-tipe pembelajaran kooperatif?
4.      Spesialisasi pembelajaran kooperatif?




METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang dapat diamati.
Informan dalam penelitian ini adalah siswa-siswi dari SMK Negeri 3 Banjarbaru. Teknik pengambilan informasi yang digunakan adalah wawancara terhadap informan yang berbentuk pertanyaan (terbuka).
Wawancara ini dimaksudkan utuk mendapatkan keterangan (pandangan, kepercayaan, pengalaman dan pengetahuan) secara lisan dari seseorang/informan tentang Coperative  Learning “Robert E Slavin”.


KAJIAN PUSTAKA
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang menggunakan sistem pengelompokkan / tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen).
Sistem penilian dilakukan terhadap kelompok.Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif.
Menurut Slavin pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang dikenal sejak lama, di mana pada saat itu guru mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya. Dalam melakukan proses belajar-mengajar guru tidak lagi mendominasi seperti lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa yang lain dan saling belajar mengajar sesama mereka.
Menurut Isjoni ada beberapa ciri dari cooperative learning, di antaranya adalah sebagai berikut:
a.       setiap anggota memiliki peran
b.      terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa
c.       setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya
d.      guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, dan
e.       guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.




PEMBAHASAN
1.     pengertian pembelajaran kooperatif
Slavin (1994) menyatakan bahwa “model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran”.
Johnson & Johnson (1987) dalam Isjoni (2009:17) menyatakan bahwa “pengertian model pembelajaran kooperatif yaitu mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut”.
Menurut Rustaman (2003:206) dalam www.muhfida.com (2009) “pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional”.
Lie (2008:12) menyatakan bahwa “model pembelajaran kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur”.
Isjoni (2009:15) menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan terjemahan dari istilah cooperative learning. Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim”.
Hasan (1996) menyimpulkan bahwa kooperatif  mengandung pengertian bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya.
Sugandi (2002:14) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok”.
Menurut Sugiyanto (2008:35) “pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar”.
Malik (2011) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademis untuk sampai kepada pengalaman individual dan kelompok, saling membantu, berdiskusi, ber- argumentasi dan saling mengisi untuk memperoleh pemahaman bersama”.
Menurut Wikipedia (2011) “pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antar siswa”.
Dari beberapa definisi diatas dapat diperoleh bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran efektif dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil untuk saling bekerja sama, berinteraksi, dan bertukar pikiran dalam proses belajar. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Falsafah yang mendasari pembelajaran cooperative learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah homo homini socius yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
2.    Pencapaian Prestasi Siswa Dalam Pembelajaran Koorperatif
Terdapat dasar teoritis yang kuat untuk memprediksi bahwa metode-metode pembelajaran kooperatif yang menggunakan tujuan kelompok dan tanggung jawab individual akan meningkatkan pencapaian prestasi siswa. Walaupun demikian, sangat penting untuk melakukan penilaian atas metode-metode kooperatif ini langsung didalam kelas pada saat periode realistis pengajaran berlangsung, untuk menentukan apakah memang memberikan pengaruh terhadap pencapaian prestasi siswa. Untungnya, pembelajaran kooperatif merupakan salah satu dari berbagai inovasi pengajaran yang paling banyak dievaluasi. Isi dari bab ini selanjutnya meninjau penelitian terhadap aplikasi praktis dari metode pembelajaran kooperatif pada sekolah dasar menengah.

METODE PENINJAUAN
Untuk masuk dalam kriteria peninjauan ini menggunakan bentuk-bentuk penyimkatan dari sisntesis bukti terbaik (Slavin,1986b), Kriteria prosedur penelitian-literatur, metode statistik, dan studi-inklusi adalah sama pentingnya dengan yang digunakan dalam tinjauan sebelumnya mengenai penelitian terhadap penguasaaan pembelajaran yang berdasarkan kelompok (Slavin,1987a), kemampuan kelompok (Slavinb, 1987b9 1990a) dan pembelajaran kooperatif (Slavin, 1990b). Kriteria studi-inklusi sedikit diadaptasi pada karakteristik-karakteristik literatur pembelajaran kooperatif. Kriteria-kriteria tersebut adalah
KRITERIA HUBUNGAN ERAT
Untuk masuk dalam kriteria peninjauan ini, pengkajian harus mengevaluasi bentuk-bentuk pembelajaran kooperatif dimana kelompok-kelompok kecil dari para siswa sekolah dasar bekerja bersama untuk belajar. Pengkajian terhadap pengajaran beda umur, dimana yang lebih tua mengajar lebih muda, tidak diperbolehkan
KRITERIA METODOLOGIS
1. Pengkajian harus membandingkan pembelajaran kooperatif dengan kelompok-kelompok kontrol yang mempelajari materi yang sama. Ini tidak termasuk beberapa kajian yang menggunakan desain rangkian waktu, dan beberapa pembanding didalam kajian dimana kelompok kontrol. Tidak mempelajari materi yang sama seperti dalam kelompok-kelompok eksperimental (seperti, Vedder,1985). Dalam beberapa kajian (seperti, Johnson,Johnson,dan Scott, 1987), para siswa pembelajaran kooperatif dapat saling membantu satu sama lain untuk mengerjakan tes yang diberikan sebagai pengukur hasil sementara para siswa yang belajar secara individualistis atau kompetitif tidak bisa melakukannya. Perbandingan yang melibatkan “ujian kongruen” ini atau “pencapaian tiap hari” ditiadakan (lebih jauh tentang masalah ini lihat Slavin,1984a). Kajian yang membandingkan bentuk-betuk alteratif pembelajaran kooperatif (tetapi bukan pada kelompok-kelompok kontrol) ditinjau pada bagian terpisah.\
2. Harus ada bukti bahwa kelompok-kelompok ekserimental dan kelompok kontrol sejak semula adalah setara. Kajian harus menggunakan pembagian siswa secara acak terhadap kondisi dan juga harus memperlihatkan bukti bahwa kelas-kelas tersebut pada awalnya memiliki standar deviasi sekitar 50 persen antara satu sama lain serta menggunakan kontrol statistik untuk mengukur perbedaan hasil tes sebelum program. Ini tidak mengikutsertakan beberapa kajian dengan perbedaan hasil tes sebelum program yang besar (Ziegler, 1981; Okebukola, 1986; Oishi Slavin, dan Madden, 1983) dan kajian-kajian yang tidak dapat menunjukan bukti kesetaraan awal (yaitu Stike,1990).
3. Durasi pengkajian harus memakan waktu setidaknya empat minggu(dua puluh jam). Ini disebabkan karena banyaknya materi yang tidak diikutsertakan. Misalnya, tujuh belas kajian mengenai pencapaian prestasi yang menggunakan kelompok-kelompok kontrol pada sekolah dasar dan menengah yang dikutip oleh Johnson dan Johnson (1985) dalam meninjau hasil karya mereka sendiri, hanya satu(itupun hanya sedikit) yang memenuhi syarat empat minggu ini. Durasi rata-rata ketujuh belas kajian tersebut adalah sepuluh hari. Studi singkat semacam itu memang bermanfaat untuk pembangunan teori, tetapi terlalu singkat untuk bisa dijadikan bukti atas kecenderungan pengaruh pencapaian dari pembelajaran kooperatif sebagai cara prinsipil untuk pengajaran dikelas. Kajian dengan durasi terbatas semacam ini sering kali juga bisa direkayasa.
4. Ukuran pencapaian harus bisa menilai tujuan mengajar  baik dalam kelas-kelas eksperimental maupun kontrol. Apabila kelas-kelas eksperimental dan kontrol tidak mempelajari materi yang sama persis, maka standarisasi atau pengujian dengan dasar yang lebih luas harus digunakan untuk menilai pencapaian tujuan oleh seluruh kelas.
FAKTOR-FAKTOR APA SAJA YANG MEMBERI KONTRIBUSI TERHADAP EFEK PENCAPAIAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF?
Penelitian mengenai efek-efek pencapaian dari pembelajaran kooperatif telah memfokuskan bukan hanya pada pendokumentasian efek-fek dari metode ini terhadap pencapaian prestasi tetapi juga pada pemahaman kondisi-kondisi seperti apa efek positif akan cenderung lebih banyak terlihat. Ada dua cara utama untuk mempelajari mengenai faktor-faktor yang memberi kontribusi  terhadap keefektifan pembelajaran kooperatif.  Salah satu nya adalah dengan membandingkan hasil kajian-kajian metode-metode alternatif. Misalnya, apabila program-program yang memasukan penghargaan kelompok menghasilkan efek-efek positif yang lebih kuat atau lebih konsisten (dibandingkan dengan kelompok kontrol) daripada program-program yang tidak, maka ini bisa dijadikan semacam bukti bahwa penghargaan kelompok dapat meningkatkan hasil pembelajaran kooperatif. Masalahnya dengan perbandingan semacamini adalah kajian yang diperbandingkan biasanya berbeda dalam ukuran, durasi, mata pelajaran, dan berbagai faktor lainnya yang dapat menunjukan hasil yang berbeda. Bukti yang lebih baik dapat diberikan oleh kajian-kajian yang memperbandingkan bentuk-bentuk alternatif dari pembelajaran kooperatif. Dalam kajian semacam ini, sebagian besar faktor selain yang dikaji dapat dipertahankan untuk tetap konstan. 

SISWA MANA YANG MEMPEROLEH MANFAAT LEBIH BANYAK DARI PEMBELAJARAN KOOPERATIF?
Beberapa kajian telah memfokuskan pada pertanyaan mengenai siswa yang mana yang memperoleh manfaat lebih banyak dari pembelajaran kooperatif. Salah satu pertanyaan  yang memang penting sehubung dengan apakah pembelajaran kooperatif bermanaat bagi siswa semu tingkat pencapaian sebelumnya. Bisa saja orang beralasan (lihat, misalnya, Allan, 1991; Robinson, 1990) bahwa anak yang lebih tinggi pencapaiannya bisa terhambat karena harus menjelaskan materi kepada teman satu kelompoknya yang lebih rendah pencapaiannya. Akan tetapi, bisa juga beralasan bahwa karena siswa yang memberikan penjelasan terperinci biasanya belajar lebih banyak daripada yang menerima (Webb, 1989), maka anak yang lebih tinggi pecapaiannya adalah paling banyak menerima manfaat dari pembelajaran kooperatif karena mereka lebih sering memberikan penjelasan terperinci.
Bukti dari kajian eksperimental yang memenuhi kriteria pengikutsertaan untuk tinjauan ini tidak memihak pada posisi manapun. Beberapa kajian menemukan hasil yang lebih baik pada siswa pencapain tinggi daripada yang rendah (misalnya, Edward& DeVries, 1972) dan beberapa menemukan bahwa siswa dengan pencapaian rendah memperoleh manfaat paling besar  Misalnya, (Edward dkk.,1972; Johnson & Waxman,1985; Van Oudenhoven dkk., 1987). Akan tetapi, sebagian besar menemukan manfaat yang sama baik , baik siswa pencapain tinggi ,sedang, maupun rendah dibandingkan teman-teman mereka yang ada didalam kelompok kontrol (misalnya, Sharan dkk, 1984). Sebuah kajian selama 2 tahun terhadap sekolah-sekolah  yang menggunakan pembelajaran kooperatif  pada sebagian besar pengajaran harian mereka menemukan bahwa siswa dengan pencapaian tinggi, sedang dan rendah semuanya berhasil meraih pencapaian lebih baik dibandingkan kontrol pada tingkat pencapaian serupa. Namun demikian sebuah analisa terpisah terhadap siswa pencapain sangat tinggi, mereka yang termasuk didalam sepuluh persen teratas dan lima persen  teratas dar hasil pra tes kelas merka, menemukan pengaruh positif yang sangat besar dari pembelajaran kooperatif terhadap para siswa ini (Slavin, 1991; Steven& Slavin,1993).
Beberapakajiantelahmencobamencarikemungkinanperbedaandalampengaruhpembelajarankooperatifpadasiswa-siswadenganlatarbelakangetnikberbeda.Beberapatelahmenemukanpengaruh yang cukupbesaruntuksiswa-siswakulithitam (misalnya, Slavin&Oickle, 1981; slavin 1977).Namun, kajian-kajianlainnyatelahmenemukanpengaruh yang samadaripembelajarankooperatifuntuksiswadenganlatarbelakangetnikberbeda (Slavin&Karweit, 1984; Edward dkk., 1972; Slavin. Leavy, & Madden, 1984 ;Sharan&Shachar, 1988).
Kajian-kajian lain telahmempelajariberbagaifaktor yang mungkinsalingberinteraksideenganperolehanpencapaiandalampembelajarankooperatif. Okebukola (1986b) dan Wheeler & Ryan (1973) menemukanbahwaparasiswa yang lebihmemilihpembelajarankooperatifbisabelajarlebihbanyakdenganmetode-metodekooperatifdaripadamereka yang memilihkompetisi.Chamber &Abrami (1991) menemukanbahwaparasiswadalamtim-tim yang suksesbelajarlebihbanyakdaripadamereka yang beradadalamtim-tim yang kurangsukses.
Yang terakhir, kajian-kajiandalamjumlahkeciltelahmemperbandingkanvariasidalamprosedurkooperatif. Moody & Gifford (1990) menemukanbahwasementaratidakadaperbedaandalamperolehanpencapaiandarikelompok-kelompokyang homogendanheterogen, pembagiansiswasecaraberpasanganmenunjukanpencapaian yang jauhlebihbesardalambidangilmupengetahuandaripadakelompok yang terdiriatasempatatau lima orang, dankelompokdenganjeniskelaminhomogenkinerjanyalebihbaikdaripadakelompokcampuran. Foyle, Lyman, Tompkins, Perne, danFoyle (1993) menemukanbahwakelaspembelajarankooperatif yang diberikantugasmengerjakan PR harianmembuatpencapaianlebihbaikpadamereka yang tidakdiberikan PR. Kaminski (1991) dan Rich dkk (1986) menemukanbahwapengajaran yang eksplisitdari skill kolaboratiftidakmemberikanpengaruhterhadappencapaianprestasisiswa. Jones (1990) memperbandinganpembelajarankooperatif yang menggunakankompetensikelompokdenganmetode lain yang samasekaliberbeda yang membandingkankelompokdenganserangkaianstandar (sepertidalam STAD). Takadaperbedaanpencapaian, tetapibeberapaperbedaansikaptampakpadakompetisikelompok.



3.  tipe-tipe pembelajaran kooperatif
Tipe STAD (Student Team Achievement Division)
Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru menggunakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari lima tahapan utama sebagai berikut:
1.      Presentasi kelas. Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru dengan menggunakan metode pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi guru dengan seksama sebagai persiapan untuk mengikuti tes berikutnya.
2.      Kerja kelompok. Kelompok terdiri dari 4-5 orang. Dalam kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang dihadapi, membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi. Kelompok diharapkan bekerja sama dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran.
3.      Tes. Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan tes secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu.
4.      Peningkatan skor individu. Setiap anggota kelompok diharapkan mencapai skor tes yang tinggi karena skor ini akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan skor rata-rata kelompok.
5.      Penghargaan kolompok. Kelompok yang mencapai rata-rata skor tertinggi, diberikan penghargaan.
Tipe TGT (Teams Games Tournament)
Menurut Slavin (2008:163-167) secara umum TGT sama dengan STAD kecuali satu hal: TGT menggunakan turnamen akademik dan menggunakan kuis-kuis dan system skor kemajuan individu. TGT sangat sering dikombinasikan dengan STAD.
 Komponen-komponen TGT meliputi:
1.      Presentasi kelas: Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru.
2.      Kelompok (team):  Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya.
3.      Game: Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok.
4.      Turnamen: Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja.
5.      Team recognize (penghargaan kelompok)
Keunggulan metode TGT ini meliputi :
·         siswa memperoleh teman lebih banyak.
·         meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung
·         meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk rasa harga diri akademik mereka.
·         meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama verbal dan nonberbal, kompetisi yang lebih sedikit).
·         keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama.
·         meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada remaja-remaja dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima skors atau perlakuan lain.
·         memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

Kelemahan metode TGT meliputi :
·         tidak semua materi bisa menerapkan metode TGT, hanya materi yang membutuhkan banyak sumber dan luas ruang lingkup pembahasannya.
·         membutuhkan waktu yang lebih lama.

Tipe TAI (Team Assisted Individualization)
TAI (Team Assisted Individualization) adalah salah satu jenis pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Frase Team Assisted Individualization dapat diterjemahkan sebagai “Bantuan Individual Dalam Kelompok (BIDaK)”. Model pembelajaran kooperatif TAI ini sering pula dimaknai sebagai Team Accelerated Instruction.
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) merupakan pembelajaran kooperatif yang pada pelaksanaannya siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen. Salah satu poin penting yang harus diperhatikan untuk membentuk kelompok yang heterogen di sini adalah kemampuan akademik siswa. Masing-masing kelompok dapat beranggotakan 4 - 5 orang siswa. Sesama anggota kelompok berbagi tanggung jawab.
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction) merupakan strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Pada model pembelajaran kooperatif ini, siswa biasanya belajar menggunakan LKS (lembar kerja siswa) secara berkelompok. Mereka kemudian berdiskusi untuk menemukan atau memahami konsep-konsep. Setiap anggota kelompok dapat mengerjakan satu persoalan (soal) sebagai bentuk tanggungjawab bersama. Penerapan model pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization lebih menekankan pada penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu dan memperoleh kesempatan yang sama untuk berbagi hasil bagi setiap anggota kelompok.
Alasan Slavin Mengembangkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI
Robert Slavin mengembangkan model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini di Johns Hopkins University bersama Nancy Madden dengan beberapa alasan, yaitu : (1) Model ini mengkombinasikan keunggulan kooperatif dan program pengajaran individual; (2) Model ini memberikan tekanan pada efek sosial dari belajar kooperatif; (3) TAI disusun untuk memecahkan masalah dalam program pengajaran, misalnya dalam hal kesulitan belajar siswa secara individual.
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin untuk mata pelajaran matematika, khususnya untuk materi keterampilan-keterampilan berhitung (computation skills).
TAI adalah Kombinasi Pembelajaran kooperatif dengan Pembelajaran Individual
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction) yang diprakarsai oleh Robert Slavin ini merupakan perpaduan antara pembelajaran kooperatif dan pengajaran individual. Metode ini memperhatikan perbedaan pengetahuan awal tiap siswa untuk mencapai prestasi belajar. Pembelajaran individual dipandang perlu diaplikasikan karena siswa memasuki kelas dengan pengetahuan, kemampuan, dan motivasi yang berbeda-beda. Saat guru mempresentasikan materi pembelajaran, tentunya ada sebagian siswa yang tidak memiliki pengetahuan prasyarat untuk mempelajari materi tersebut. Ini tentu dapat menyebabkan siswa-siswa yang tidak memiliki pengetahuan prasyarat itu akan gagal mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan guru. Bagi siswa-siswa lain, mungkin sudah menguasai materi pembelajaran itu, atau mungkin karena bakat yang dimilikinya dapat mempelajari dengan sangat cepat sehingga waktu yang digunakan oleh guru untuk mengajar menjadi mubazir.

Dengan perpaduan antara pembelajaran kooperatif dan invidual dapat diperoleh dua keuntungan sekaligus, yaitu :
Keuntungan dari pembelajaran kooperatif dalam TAI

Pembelajaran kooperatif merupakan upaya pemberdayaan teman sejawat, meningkatkan interaksi antar siswa, serta hubungan yang saling menguntungkan antar mereka. Siswa dalam kelompok akan belajar mendengar ide atau gagasan orang lain, berdiskusi setuju atau tidak setuju, menawarkan, atau menerima kritikan yang membangun, dan siswa tidak merasa terbebani ketika ternyata pekerjaannya salah. Siswa bekerja dalam kelompok saling membantu untuk menguasai bahan ajar
Keuntungan dari pembelajaran individual dalam TAI

Pembelajaran individual mendidik siswa untuk belajar secara mandiri, tidak menerima pelajaran secara mentah dari guru. Melalui pembelajaran individual ini, siswa akan dapat mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya sendiri untuk mempelajari materi pelajaran, sehingga ia mengalami pembelajaran secara bermakna (meaningful learning) sesuai faham konstruktivisme.
Penyusunan Kelompok pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI

Kelompok heterogen digunakan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction) karena beberapa alasan, yaitu :
Kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar melalui tutor sebaya (peer tutoring) dan saling mendukung
Kelompok heterogen meningkatkan hubungan dan interaksi antar siswa walaupun berbeda ras, agama, etnik, dan gender
Kelompok heterogen memudahkan pengelolaan kelas karena pada setiap kelompok terdapat siswa yang memiliki kemampuan akademis bagus, dengan demikian secara tidak langsung guru mendapatkan asisten-asistem mengajar untuk siswa-siswa lain yang berada di dalam kelompok yang sama. Kunci model pembelajaran kooperatif yang menggunakan tipe Team Assisted Individualization adalah penerapan bimbingan antar teman.
Keuntungan/Kelebihan Model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization

Model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization memberi keuntungan baik pada guru, siswa kelompok atas maupun kelompok bawah yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik, yaitu:
Siswa yang pandai ikut bertanggung jawab membantu yang lemah dalam kelompoknya. Dengan demikian siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya.
Siswa yang lemah akan terbantu dalam memahami materi pelajaran.
Tidak ada persaingan antar siswa karena siswa saling bekerjasama untuk menyelesaikan masalah dalam mengatasi cara berpikir yang berbeda
Siswa tidak hanya mengharap bantuan dari guru, tetapi siswa juga termotivasi untuk belajar cepat dan akurat pada seluruh materi
Guru setidaknya hanya menggunakan setengah dari waktu mengajarnya sehingga akan lebih mudah dalam pemberian bantuan secara individu.
Langkah-Langkah (Tahapan) Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI

Model pembelajaran tipe TAI ini memiliki 8 tahapan dalam pelaksanaannya, yaitu : (1) Placement Test; (2) Teams; (3) Teaching Group; (4) Student Creative; (5) Team Study;  (6) Fact Test;(7) Team Score dan Team Recognition; dan (8) Whole-Class Unit. Berikut penjelasannya satu per satu:
Placement Test

Pada langkah ini guru memberikan tes awal (pre-test) kepada siswa. Cara ini bisa digantikan dengan mencermati rata-rata nilai harian atau nilai pada bab sebelumnya yang diperoleh siswa sehingga guru dapat mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu.
Teams

merupakan langkah yang cukup penting dalam penerapan model pembelajaran kooperatif TAI. Pada tahap ini guru membentuk kelompok-kelompok yang bersifat heterogen yang terdiri dari 4 - 5 siswa.
Teaching Group
Guru memberikan materi secara singkat menjelang pemberian tugas kelompok.
Student Creative

Pada langkah ketiga, guru perlu menekankan dan menciptakan persepsi bahwa keberhasilan setiap siswa (individu) ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya.
Team Study

Pada tahapan team study siswa belajar bersama dengan mengerjakan tugas-tugas dari LKS yang diberikan dalam kelompoknya. Pada tahapan ini guru juga memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkan, dengan dibantu siswa-siswa yang memiliki kemampuan akademis bagus di dalam kelompok tersebut yang berperan sebagai peer tutoring (tutor sebaya).
Fact test
Guru memberikan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa, misalnya dengan memberikan kuis, dsb..
Team Score dan Team Recognition
Selanjutnya guru memberikan skor pada hasil kerja kelompok dan memberikan “gelar” penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas. Misalnya dengan menyebut mereka sebagai “kelompok OK”, kelompok LUAR BIASA”, dan sebagainya.
Whole-Class Units

Langkah terakhir, guru menyajikan kembali materi oleh guru kembali diakhir bab dengan strategi pemecahan masalah untuk seluruh siswa di kelasnya.


  Tipe CIRC (Cooperatif Integrated Reading And Composition)
Pembelajaran CIRC dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin dan Farnish. Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai suatu model pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh kemudian mengkomposisikannya menjadi bagian-bagian yang penting.
Dalam model pembelajaran ini, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen, yang terdiri atas 4 atau 5 siswa. Dalam kelompok ini terdapat siswa yang pandai, sedang atau lemah, dan masing-masing siswa sebaiknya merasa cocok satu sama lain. Dalam kelompok ini tidak dibedakan jenis kelamin, suku/bangsa, atau tingkat kecerdasan siswa. Dengan pembelajaran kelompok, diharapkan siswa dapat meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi. Sebelum dibentuk kelompok, siswa diajarkan bagaimana bekerjasama dalam suatu kelompok. Siswa diajari menjadi pendengar yang baik, siswa juga dapat memberikan penjelasan kepada teman sekelompok, berdiskusi, mendorong teman lain untuk bekerjasama, menghargai pendapat teman lain, dan sebagainya. Model pembelajaran ini, dibagi menjadi beberapa fase:
1.      Fase Orientasi: Pada fase ini, guru memberikan pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan diberikan. Selain itu guru juga memaparkan tujuan pembelajaran yang akan dilakukan kepada siswa.
2.      Fase Organisasi: Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, dengan memperhatikan keheterogenan akademik. Membagikan bahan bacaan tentang materi yang akan dibahas kepada siswa. Selain itu menjelaskan mekanisme diskusi kelompok dan tugas yang harus diselesaikan selama proses pembelajaran berlangsung.
3.         Fase Pengenalan Konsep: Dengan cara mengenalkan tentang suatu konsep baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan ini bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, film, kli- ping, poster atau media lainnya.
4.      Fase Publikasi: Siswa mengkomunikasikan hasil temuan-temuannya, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas baik dalam kelompok maupun di depan kelas.
5.      Fase Penguatan dan Refleksi: Pada fase ini guru memberikan penguatan berhubungan dengan materi yang dipelajari melalui penjelasan-penjelasan ataupun memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya siswa pun diberi kesempatan untuk mere- fleksikan dan mengevaluasi hasil pembelajarannya.



4. Spesialisasi pembelajaran kooperatif
Metode-metode Speasilisi pembelajaran kooperati
A.   Group Investigation
Pembelajaran kooperatif tipe GI pada dasarnya dirancang untuk membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan mengetes hipotesis. Guru dan murid memiliki status yang sama dihadapan masalah yang dipecahkan dengan peranan yang berbeda. Sarana pendukung yang dipergunakan untuk melaksanakan model ini adalah segala sesuatu yang menyentuh kebutuhan para pelajar untuk dapat menggali berbagai informasi yang sesuai dan diperlukan untuk melakukan proses pemecahan masalah kelompok.
Tahapan-tahapan dalam menerapkan pembelajaran kooperatif GI adalah sebagai berikut:
1.Tahap Pengelompokan (Grouping)
Tahap mengidentifikasi topik yang akan diinvestigasi serta mebentuk kelompok investigasi, dengan anggota tiap kelompok 4 sampai 5 orang.
Pada tahap ini beberapa hal yang dilakukan siswa dan guru, yaitu
·         Siswa mengamati sumber, memilih topik, dan menentukan kategori-kategori topik permasalahan.
·         Siswa bergabung pada kelompok-kelompok belajar berdasarkan topik yang mereka pilih atau menarik untuk diselidiki.
·         Guru membatasi jumlah anggota masing-masing kelompok antara 4 sampai 5 orang berdasarkan keterampilan dan keheterogenan.
2. Tahap Perencanaan (Planning)
Tahap Planning atau tahap perencanaan tugas-tugas pembelajaran. Pada tahap ini siswa bersama-sama merencanakan tentang apa, bagaimana, siapa, dan tujuan dari topik yang mereka pelajari.
3.Tahap Penyelidikan (Investigation)
Tahap Investigation, yaitu tahap pelaksanaan proyek investigasi siswa. Pada tahap ini, siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data dan membuat simpulkan terkait dengan permasalahan-permasalahan yang diselidiki, saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi dan mempersatukan ide dan pendapat.
4. Tahap Pengorganisasian (Organizing)
Yaitu tahap persiapan laporan akhir. Pada tahap ini anggota kelompok menentukan pesan-pesan penting dalam prakteknya masing-masing, merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan bagaimana mempresentasikannya.
5. Tahap Presentasi (Presenting)
 Tahap presenting yaitu tahap penyajian laporan akhir. Penyajian kelompok pada keseluruhan kelas dalam berbagai variasi bentuk penyajian.Kelompok yang tidak sebagai penyaji terlibat secara aktif sebagai pendengar  mengklarifikasi dan mengajukan pertanyaan atau tanggapan terhadap topik yang disajikan.
6. Tahap evaluasi (evaluating)
Pada tahap evaluating atau penilaian proses kerja dan hasil proyek siswa. Pada tahap ini, kegiatan guru dan siswa mengkolaborasi, mengevaluasi tentang pembelajaran yang telah dilaksanakan. Adanya penilaian hasil belajar haruslah mengevaluasi tingkat pemahaman siswa.




B.    CO-OP CO-OP
Co-op Co-op adalah bentuk Group Investigation dimana metode ini menempatkan tim dalam kooperasi antara satu dengan yang lainnya untuk mempelajari sebuah topic di kelas. Metode ini akan memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil sehingga dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang diri mereka dan dunia. Selain itu, dengan metode ini para siswa dapat saling berbagi pengalaman baru dengan teman-teman sekelasnya.
Ada sembilan langkah untuk mencapai kesuksesan dengan metode ini, yaitu :
1.Diskusi di kelas terpusat pada siswa
Pada awal memulai kelas, doronglah para siswa untuk menemukan dan mengekspresikan ketertarikan mereka sendiri terhadap suatu objek.
2. Menyeleksi tim pembelajaran siswa dan pembentukan tim
Para siswa perlu memiliki kelompok kerja yang heterogen dengan kemampuan dan kepercayaan baik antar tiap anggotanya.
3. Seleksi topik tim
Biarkan siswa memilih sendiri topik untuk kelompok mereka. Guru hanya sebagai fasilitator. Apabila ada dua kelompok yang memiliki tema yang sama, maka diharapkan dapat terselesaikan dengan kompromi.
4. Pemilihan topik kecil
Suatu topic yang telah dipilih akan dibagi menjadi beberapa topic kecil yang akan diselesaikan anggota kelompok. Keterlibatan guru dalam pemilihan topic ini bisa bervariasi, tergantung pada kemampuan siswa. Guru boleh saja menentukan topic kecil tersebut sesuai dengan persetujuannya untuk memastikan bahwa topic-topik tersebut sesuai. Namun topic tersebut juga boleh dibagi sendiri oleh anggota kelompok. Kejadian ini biasanya berakibat pada perbedaan kontribusi  di antara anggota kelompok.
5. Persiapan topik kecil
Persiapannya bisa berupa penelitian kepustakaan, pengumpulan data melalui wawancara atau eksperimen, menciptakan proyek individual, dan menulis atau melukis.
6. Presentasi topik kecil
Setelah para siswa menyelesaikan tugas individual, mereka mempresentasikan topic kecil pada teman satu kelompok. Dengan cara ini diharapkan semua anggota kelompok mengerti akan semua pengetahuan dan pengalaman yang dilakukan masing-masing anggota tim.
7. Persiapan presentasi tim
Para siswa di dorong untuk memadukan semua topic kecil dalam presentasi tim. Format-format yang sifatnya bukan pengajaran secara langsung sepeti memamerkan, mendemonstrasikan, lakon singkat, dan diskusi kelas yang dipimpin tim merupakan contoh-contoh bentuk presentasi yang dianjurkan.
8. Presentasi tim
Selama presentasi, kelompok memegang kendali kelas. Semua anggota kelompok bertanggung jawab pada waktu, ruang, dan bahan-bahan yang dibutuhkan saat presentasi.
9. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan berupa evaluasi presentasi kelompok oleh kelas, kontribusi individual terhadap tim oleh anggota tim lainnya, pengulangan kembali materi oleh siswa.



C.   Jigsaw
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan sebagai metode Cooperative Learning yang dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Dalam teknik ini, guru memperhatikan latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skema, siswa bekerja sama dengan siswa lain dalam suasana gotong-royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi serta meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain.
Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.








D.   Complex instruction ( pengajaran kompleks)
Metode pembelajaran kooperatif lainnya yang didasarkan pada mencari keterangan dan investigasi. Bentuk yang paling banyak digunakan dari pendekatan ini adalah sebuah program yang disebut Finding Out/Descubrimiento, sebuah program berorientasi penemuan untuk pelajaran Ilmu Pengetahuan Ilmiah di sekolah dasar yng dikembangkan oleh Edward De Avila dan Elizabeth Cohen. Metode ini, menggunakan kelas dwi bahasa khusus, yang melibatkan para siswa dalam kelompok kecil, diberikan kegiatan-kegiatan ilmiah yang diarahkan kepada penemuan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan ilmiah.


Kesimpulan
·         Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran efektif dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil untuk saling bekerja sama, berinteraksi, dan bertukar pikiran dalam proses belajar. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
·         Dalam proses belajar mengajar, diperlukan strategi yang efektif dan efisien agar tercapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Metode kooperatif learning pada intinya menekankan pada interaksi antara masing-masing anggota kelompok demi kesuksesan pembelajaran. Metode ini memiliki komponen penting dalam pelaksanaannya. Beberapa teknik dalam Cooperative Learning meliputi STAD, TAI, TGT, CIRC, Jigsaw, GI, Complex Instruction. Setiap teknik punya kelebihan dan kelemahan masing-masing. Oleh karena itu, perlu dipikirkan bagaimana solusi agar proses pembelajaran dalam berjalan dengan baik.


Daftar Pustaka
·         Ibrahim. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Surabaya University Press.
·         Isjoni. 2009. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.
·         Johnson, David  W& Johnson,Roger T. 1991. Learning Together and Alone. USA: Prentice Hall, Inc.
·         Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
·         Slavin, Robert E. 2008. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Terjemahan Nurulita, Bandung:: Nusa Media.


Lampiran Wawancara
Menurut hasil wawancara kami kepada siswa-siswi SMK Negeri 3 Banjarbaru, dari pertanyaan yang kami tanyakan tentang metode pembelajaran seperti apa yang disenangi siswa dalam hal pembelajaran disekolah. Siswa-siswi lebih menyukai metode coperative learning alasannya adalah karena siswa-siswi lebih menyukai kerja kelompok daripada penjelasan guru yang seperti ceramah tanpa henti-hentinya. Materi pelajaran akan cepat selesai, lebih mudah masuk keotak siswa-siswi, dan siswa-siswi akan saling bantu sama lain.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar