ABSTRAK
COPERATIVE
LEARNING (ROBERT E. SLAVIN)
Oleh:
Muhammad
Amin 15.21.0050
Muhammad
Iqbal 15.21.0079
Prodi:
Pendidikan
Bahasa Inggris
Email:
Robert
E. Slavin (1994) menyatakan bahwa “model pembelajaran
kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana para siswa bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam
mempelajari materi pelajaran”.
Tipe-tipe
coperative learning menurut Robert E. Slavin Metode coperative learning pada intinya
menekankan pada interaksi antara masing-masing anggota kelompok demi kesuksesan
pembelajaran. Metode ini memiliki komponen penting dalam pelaksanaannya.
Beberapa teknik dalam Cooperative Learning meliputi STAD (Student Team
Achievement Division),
TAI (Team Assisted
Individualization),
TGT (Teams Games Tournament), CIRC (Cooperatif Integrated
Reading And Composition),
Jigsaw, GI (Group
Investigation),
CO-OP CO-OP, Complex
Instruction.
Pembelajaran
kooperatif merupakan salah satu pembelajaran efektif dengan cara membentuk
kelompok-kelompok kecil untuk saling bekerja sama, berinteraksi, dan bertukar
pikiran dalam proses belajar.
Penelitian ini
mengacu pada coperative learning (Robert E. Slavin) yang kami aplikasikan pada
penelitian kepada siswa-siswi di SMK Negeri 3 Banjarbaru. Jenis penelitian yang
kami teliti dengan metode deskriptif dan teknik wawancara dengan observasi
secara langsung.
Hasil penelitian
kami adalah bahwa sebagian besar siswa-siswi lebih menyukai pembelajaran kooperatif karena
lebih mengasyikan dan materi lebih cepat selesai ketimbang dengan metode
penjelasan guru yang seperti ceramah tanpa hentinya. Siswa-siswi akan merasa bosan.
PENDAHULUAN
Latar belakang
Adanya kecendrungan sekolah-sekolah
membentuk kelas-kelas unggulan atas dasar prestasi akademik dewasa ini patut dikaji ulang. Apakah
kecendrungan itu didasari atas pertimbangan yang sejalan dengan tujuan
pendidikan kita ataukah karena pertimbangan lain sesuai dengan permintaan pasar
yang bersifat sesaat?
Terlepas
dari mana yang benar, fenomena yang muncul dalam sistem persekolahan yang ada
sekarang ini cenderung memerlakukan siswa secara kurang adil dan kurang
humanitis. Siswa pandai diberi label unggulan dengan segala fasilitas yang
diberikannya, sementara siswa yang dikelas tak unggul memperoleh label kurang dan predikat negatif
yang lain. Siswa pada kelompok unggul berkompetisi secara keras dan cenderung
individualistik. Sementara siswa dikelas tidak unggul merasa tidak mampu,
frustasi dan selanjutnya menerima keadaan itu.
Persoalan
lain yang menunjukan aspek kompetitif dan individualistik dalam pendidikan kita
adalah model pembelajaran langsung (model pembelajaran konvensional). Pada
pembelajaran konvensional, guru menjadi pusat pembelajaran,berperan mentransfer
dan meneruskan (transmit) informasi sehingga siswa tidak perlu mengkonstruksi
ide-idenya. Tingkat partisipasi siswa sangat terbatas karena arus interaksi didominasi
oleh guru. Bentuk penugasan dalam pembelajaran ini bersifat individual. Sebagai
konsekuensinya, evaluasi yang diterapkan dikelaspun juga individual.
Dalam
hal ini, guru perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar dimana
siswa daat aktif membangun pengetahuan sendiri . Hal ini sesuai dengan
pandangan kontruktivisme yaitu keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada
lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa.
Keberhasilan dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berkaitan dengan diri
siswa, diantara nya adalah kemampuan, minat, motivasi, keaktifan belajar dan
lain-lain.Sedangkan faktor eksternal adalah faktor dari luar diri siswa ,
diantaranya adalah model pembelajaran.
Model
pembelajaran memiliki andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar
mengajar. Kemampuan menangkap
pembelajaran oleh siswa dapat dipengaruhi oleh pemilihan model pembelajaran
yang tepat, sehingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai.
Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif bagi
guru untuk menjadikan kegiatan pembelajaran dikelas berlangsung efektif dan
optimal. Salah satunya yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif.
Wagitan
(2006) menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat menjadi salah satu alternatif karena banyak pendapat
yang menyatakan bahwa pembelajaran aktif termasuk kooperatif mampu meningkatkan efektivitas pembelajaran. Pembelajaran
kooperatif mengutamakan kerja sama antar
siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan pembelajaran kooperatif
dapat mengubah peran guru, dari yang berpusat pada gurunya ke pengelolaan siswa
dalam kelompok-kelompok kecil. Model pembelajaran kooperatif dapat digunakan
untuk mengajarkan materi yang kompleks, dan lebih penting lagi, dapat membantu
guru mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial dan hubungan antar
manusia.
Pembelajaran
kooperatif memiliki manfaat atau kelebihan yang sangat besar dalam memberikan
kesempatan kepada siswa untuk lebih mengembangkan kemampuannya. Hal ini
dikarenakan dalam kegiatan pembelajaran kooperatif, siswa dituntut aktif dalam
belajar melalui kegiatan kerja sama kelompok.
Permasalahan
Permasalahan
yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:
1. Apa
pengertian dari pembelajaran kooperatif?
2. Pencapaian
prestasi siswa dalam pembelajaran kooperatif?
3. Apa
saja tipe-tipe pembelajaran kooperatif?
4. Spesialisasi
pembelajaran kooperatif?
METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah
deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang dapat diamati.
Informan dalam penelitian ini adalah siswa-siswi
dari SMK Negeri 3 Banjarbaru. Teknik pengambilan informasi yang digunakan
adalah wawancara terhadap informan yang berbentuk pertanyaan (terbuka).
Wawancara ini dimaksudkan utuk
mendapatkan keterangan (pandangan, kepercayaan, pengalaman dan pengetahuan)
secara lisan dari seseorang/informan tentang Coperative Learning “Robert E Slavin”.
KAJIAN PUSTAKA
Pembelajaran kooperatif merupakan
model pembelajaran yang menggunakan sistem pengelompokkan / tim kecil,
yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin,
ras atau suku yang berbeda (heterogen).
Sistem penilian dilakukan terhadap kelompok.Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan
(reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan.
Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif.
Menurut Slavin pembelajaran kooperatif merupakan
model pembelajaran yang dikenal sejak lama, di mana pada saat itu guru
mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya.
Dalam melakukan proses belajar-mengajar guru tidak lagi mendominasi seperti lazimnya pada saat ini,
sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa yang lain
dan saling belajar mengajar sesama mereka.
Menurut Isjoni ada beberapa ciri dari cooperative
learning, di antaranya adalah sebagai berikut:
a.
setiap anggota memiliki peran
b.
terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa
c.
setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya
d.
guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok, dan
e.
guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
PEMBAHASAN
1.
pengertian
pembelajaran kooperatif
Slavin (1994)
menyatakan bahwa “model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran
dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu
satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran”.
Johnson &
Johnson (1987) dalam Isjoni (2009:17) menyatakan bahwa “pengertian model
pembelajaran kooperatif yaitu mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam
suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal
yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut”.
Menurut Rustaman
(2003:206) dalam www.muhfida.com (2009) “pembelajaran kooperatif merupakan
salah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori kontruktivisme karena
mengembangkan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui
berpikir rasional”.
Lie (2008:12)
menyatakan bahwa “model pembelajaran kooperatif merupakan sistem pembelajaran
yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa
dalam tugas-tugas yang terstruktur”.
Isjoni (2009:15)
menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan terjemahan dari
istilah cooperative learning. Cooperative learning berasal dari kata cooperative
yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu
satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim”.
Hasan (1996)
menyimpulkan bahwa kooperatif mengandung
pengertian bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan
kooperatif, siswa secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi
seluruh anggota kelompoknya.
Sugandi
(2002:14) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar
kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur
dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya
interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif
diantara anggota kelompok”.
Menurut
Sugiyanto (2008:35) “pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah
pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa
untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan
belajar”.
Malik (2011)
menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademis untuk sampai
kepada pengalaman individual dan kelompok, saling membantu, berdiskusi, ber-
argumentasi dan saling mengisi untuk memperoleh pemahaman bersama”.
Menurut
Wikipedia (2011) “pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan
istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk mendidik
kerja sama kelompok dan interaksi antar siswa”.
Dari beberapa
definisi diatas dapat diperoleh bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah
satu pembelajaran efektif dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil untuk
saling bekerja sama, berinteraksi, dan bertukar pikiran dalam proses belajar.
Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu
teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Falsafah yang
mendasari pembelajaran cooperative learning (pembelajaran gotong royong) dalam
pendidikan adalah homo homini socius yang menekankan bahwa manusia adalah
makhluk sosial. Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pengajaran
langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai
hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk
mengembangkan keterampilan sosial siswa.
2.
Pencapaian
Prestasi Siswa Dalam Pembelajaran Koorperatif
Terdapat dasar teoritis yang kuat untuk
memprediksi bahwa metode-metode pembelajaran kooperatif yang menggunakan tujuan
kelompok dan tanggung jawab individual akan meningkatkan pencapaian prestasi
siswa. Walaupun demikian, sangat penting untuk melakukan penilaian atas
metode-metode kooperatif ini langsung didalam kelas pada saat periode realistis
pengajaran berlangsung, untuk menentukan apakah memang memberikan pengaruh
terhadap pencapaian prestasi siswa. Untungnya, pembelajaran kooperatif
merupakan salah satu dari berbagai inovasi pengajaran yang paling banyak
dievaluasi. Isi dari bab ini selanjutnya meninjau penelitian terhadap aplikasi
praktis dari metode pembelajaran kooperatif pada sekolah dasar menengah.
METODE
PENINJAUAN
Untuk masuk dalam kriteria peninjauan
ini menggunakan bentuk-bentuk penyimkatan dari sisntesis bukti terbaik
(Slavin,1986b), Kriteria prosedur penelitian-literatur, metode statistik, dan
studi-inklusi adalah sama pentingnya dengan yang digunakan dalam tinjauan
sebelumnya mengenai penelitian terhadap penguasaaan pembelajaran yang
berdasarkan kelompok (Slavin,1987a), kemampuan kelompok (Slavinb, 1987b9 1990a)
dan pembelajaran kooperatif (Slavin, 1990b). Kriteria studi-inklusi sedikit diadaptasi
pada karakteristik-karakteristik literatur pembelajaran kooperatif.
Kriteria-kriteria tersebut adalah
KRITERIA HUBUNGAN ERAT
Untuk masuk dalam kriteria peninjauan
ini, pengkajian harus mengevaluasi bentuk-bentuk pembelajaran kooperatif dimana
kelompok-kelompok kecil dari para siswa sekolah dasar bekerja bersama untuk
belajar. Pengkajian terhadap pengajaran beda umur, dimana yang lebih tua
mengajar lebih muda, tidak diperbolehkan
KRITERIA METODOLOGIS
1. Pengkajian
harus membandingkan pembelajaran kooperatif dengan kelompok-kelompok kontrol
yang mempelajari materi yang sama. Ini tidak termasuk beberapa kajian yang
menggunakan desain rangkian waktu, dan beberapa pembanding didalam kajian
dimana kelompok kontrol. Tidak mempelajari materi yang sama seperti dalam
kelompok-kelompok eksperimental (seperti, Vedder,1985). Dalam beberapa kajian
(seperti, Johnson,Johnson,dan Scott, 1987), para siswa pembelajaran kooperatif
dapat saling membantu satu sama lain untuk mengerjakan tes yang diberikan
sebagai pengukur hasil sementara para siswa yang belajar secara individualistis
atau kompetitif tidak bisa melakukannya. Perbandingan yang melibatkan “ujian
kongruen” ini atau “pencapaian tiap hari” ditiadakan (lebih jauh tentang
masalah ini lihat Slavin,1984a). Kajian yang membandingkan bentuk-betuk
alteratif pembelajaran kooperatif (tetapi bukan pada kelompok-kelompok kontrol)
ditinjau pada bagian terpisah.\
2. Harus ada
bukti bahwa kelompok-kelompok ekserimental dan kelompok kontrol sejak semula
adalah setara. Kajian harus menggunakan pembagian siswa secara acak terhadap
kondisi dan juga harus memperlihatkan bukti bahwa kelas-kelas tersebut pada
awalnya memiliki standar deviasi sekitar 50 persen antara satu sama lain serta
menggunakan kontrol statistik untuk mengukur perbedaan hasil tes sebelum
program. Ini tidak mengikutsertakan beberapa kajian dengan perbedaan hasil tes
sebelum program yang besar (Ziegler, 1981; Okebukola, 1986; Oishi Slavin, dan
Madden, 1983) dan kajian-kajian yang tidak dapat menunjukan bukti kesetaraan
awal (yaitu Stike,1990).
3. Durasi
pengkajian harus memakan waktu setidaknya empat minggu(dua puluh jam). Ini
disebabkan karena banyaknya materi yang tidak diikutsertakan. Misalnya, tujuh
belas kajian mengenai pencapaian prestasi yang menggunakan kelompok-kelompok
kontrol pada sekolah dasar dan menengah yang dikutip oleh Johnson dan Johnson
(1985) dalam meninjau hasil karya mereka sendiri, hanya satu(itupun hanya
sedikit) yang memenuhi syarat empat minggu ini. Durasi rata-rata ketujuh belas
kajian tersebut adalah sepuluh hari. Studi singkat semacam itu memang
bermanfaat untuk pembangunan teori, tetapi terlalu singkat untuk bisa dijadikan
bukti atas kecenderungan pengaruh pencapaian dari pembelajaran kooperatif
sebagai cara prinsipil untuk pengajaran dikelas. Kajian dengan durasi terbatas
semacam ini sering kali juga bisa direkayasa.
4. Ukuran
pencapaian harus bisa menilai tujuan mengajar
baik dalam kelas-kelas eksperimental maupun kontrol. Apabila kelas-kelas
eksperimental dan kontrol tidak mempelajari materi yang sama persis, maka
standarisasi atau pengujian dengan dasar yang lebih luas harus digunakan untuk
menilai pencapaian tujuan oleh seluruh kelas.
FAKTOR-FAKTOR
APA SAJA YANG MEMBERI KONTRIBUSI TERHADAP EFEK PENCAPAIAN PEMBELAJARAN
KOOPERATIF?
Penelitian mengenai efek-efek pencapaian
dari pembelajaran kooperatif telah memfokuskan bukan hanya pada
pendokumentasian efek-fek dari metode ini terhadap pencapaian prestasi tetapi
juga pada pemahaman kondisi-kondisi seperti apa efek positif akan cenderung lebih
banyak terlihat. Ada dua cara utama untuk mempelajari mengenai faktor-faktor
yang memberi kontribusi terhadap
keefektifan pembelajaran kooperatif. Salah satu nya adalah dengan membandingkan
hasil kajian-kajian metode-metode alternatif. Misalnya, apabila program-program
yang memasukan penghargaan kelompok menghasilkan efek-efek positif yang lebih
kuat atau lebih konsisten (dibandingkan dengan kelompok kontrol) daripada
program-program yang tidak, maka ini bisa dijadikan semacam bukti bahwa
penghargaan kelompok dapat meningkatkan hasil pembelajaran kooperatif.
Masalahnya dengan perbandingan semacamini adalah kajian yang diperbandingkan
biasanya berbeda dalam ukuran, durasi, mata pelajaran, dan berbagai faktor
lainnya yang dapat menunjukan hasil yang berbeda. Bukti yang lebih baik dapat
diberikan oleh kajian-kajian yang memperbandingkan bentuk-bentuk alternatif
dari pembelajaran kooperatif. Dalam kajian semacam ini, sebagian besar faktor
selain yang dikaji dapat dipertahankan untuk tetap konstan.
SISWA
MANA YANG MEMPEROLEH MANFAAT LEBIH BANYAK DARI PEMBELAJARAN KOOPERATIF?
Beberapa kajian telah memfokuskan pada
pertanyaan mengenai siswa yang mana yang memperoleh manfaat lebih banyak dari
pembelajaran kooperatif. Salah satu pertanyaan
yang memang penting sehubung dengan apakah pembelajaran kooperatif
bermanaat bagi siswa semu tingkat pencapaian sebelumnya. Bisa saja orang
beralasan (lihat, misalnya, Allan, 1991; Robinson, 1990) bahwa anak yang lebih
tinggi pencapaiannya bisa terhambat karena harus menjelaskan materi kepada
teman satu kelompoknya yang lebih rendah pencapaiannya. Akan tetapi, bisa juga
beralasan bahwa karena siswa yang memberikan penjelasan terperinci biasanya
belajar lebih banyak daripada yang menerima (Webb, 1989), maka anak yang lebih tinggi
pecapaiannya adalah paling banyak menerima manfaat dari pembelajaran kooperatif
karena mereka lebih sering memberikan penjelasan terperinci.
Bukti dari
kajian eksperimental yang memenuhi kriteria pengikutsertaan untuk tinjauan ini
tidak memihak pada posisi manapun. Beberapa kajian menemukan hasil yang lebih
baik pada siswa pencapain tinggi daripada yang rendah (misalnya, Edward&
DeVries, 1972) dan beberapa menemukan bahwa siswa dengan pencapaian rendah
memperoleh manfaat paling besar
Misalnya, (Edward dkk.,1972; Johnson & Waxman,1985; Van Oudenhoven
dkk., 1987). Akan tetapi, sebagian besar menemukan manfaat yang sama baik ,
baik siswa pencapain tinggi ,sedang, maupun rendah dibandingkan teman-teman
mereka yang ada didalam kelompok kontrol (misalnya, Sharan dkk, 1984). Sebuah
kajian selama 2 tahun terhadap sekolah-sekolah
yang menggunakan pembelajaran kooperatif
pada sebagian besar pengajaran harian mereka menemukan bahwa siswa
dengan pencapaian tinggi, sedang dan rendah semuanya berhasil meraih pencapaian
lebih baik dibandingkan kontrol pada tingkat pencapaian serupa. Namun demikian
sebuah analisa terpisah terhadap siswa pencapain sangat tinggi, mereka yang
termasuk didalam sepuluh persen teratas dan lima persen teratas dar hasil pra tes kelas merka, menemukan
pengaruh positif yang sangat besar dari pembelajaran kooperatif terhadap para
siswa ini (Slavin, 1991; Steven& Slavin,1993).
Beberapakajiantelahmencobamencarikemungkinanperbedaandalampengaruhpembelajarankooperatifpadasiswa-siswadenganlatarbelakangetnikberbeda.Beberapatelahmenemukanpengaruh
yang cukupbesaruntuksiswa-siswakulithitam (misalnya, Slavin&Oickle, 1981;
slavin 1977).Namun, kajian-kajianlainnyatelahmenemukanpengaruh yang
samadaripembelajarankooperatifuntuksiswadenganlatarbelakangetnikberbeda
(Slavin&Karweit, 1984; Edward dkk., 1972; Slavin. Leavy, & Madden, 1984
;Sharan&Shachar, 1988).
Kajian-kajian
lain telahmempelajariberbagaifaktor yang
mungkinsalingberinteraksideenganperolehanpencapaiandalampembelajarankooperatif.
Okebukola (1986b) dan Wheeler & Ryan (1973) menemukanbahwaparasiswa yang
lebihmemilihpembelajarankooperatifbisabelajarlebihbanyakdenganmetode-metodekooperatifdaripadamereka
yang memilihkompetisi.Chamber &Abrami (1991)
menemukanbahwaparasiswadalamtim-tim yang suksesbelajarlebihbanyakdaripadamereka
yang beradadalamtim-tim yang kurangsukses.
Yang
terakhir,
kajian-kajiandalamjumlahkeciltelahmemperbandingkanvariasidalamprosedurkooperatif.
Moody & Gifford (1990)
menemukanbahwasementaratidakadaperbedaandalamperolehanpencapaiandarikelompok-kelompokyang
homogendanheterogen, pembagiansiswasecaraberpasanganmenunjukanpencapaian yang
jauhlebihbesardalambidangilmupengetahuandaripadakelompok yang
terdiriatasempatatau lima orang,
dankelompokdenganjeniskelaminhomogenkinerjanyalebihbaikdaripadakelompokcampuran.
Foyle, Lyman, Tompkins, Perne, danFoyle (1993)
menemukanbahwakelaspembelajarankooperatif yang diberikantugasmengerjakan PR
harianmembuatpencapaianlebihbaikpadamereka yang tidakdiberikan PR. Kaminski
(1991) dan Rich dkk (1986) menemukanbahwapengajaran yang eksplisitdari skill
kolaboratiftidakmemberikanpengaruhterhadappencapaianprestasisiswa. Jones (1990)
memperbandinganpembelajarankooperatif yang
menggunakankompetensikelompokdenganmetode lain yang samasekaliberbeda yang
membandingkankelompokdenganserangkaianstandar (sepertidalam STAD).
Takadaperbedaanpencapaian,
tetapibeberapaperbedaansikaptampakpadakompetisikelompok.
3.
tipe-tipe
pembelajaran kooperatif
Tipe STAD (Student Team Achievement
Division)
Pembelajaran kooperatif tipe Student
Team Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan
teman-temannya di Universitas John Hopkin merupakan pembelajaran kooperatif
yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok
digunakan oleh guru yang baru menggunakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran
kooperatif tipe STAD terdiri dari lima tahapan utama sebagai berikut:
1. Presentasi
kelas. Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru dengan menggunakan metode
pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi guru dengan seksama sebagai persiapan
untuk mengikuti tes berikutnya.
2. Kerja
kelompok. Kelompok terdiri dari 4-5 orang. Dalam kegiatan kelompok ini, para
siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang dihadapi, membandingkan jawaban,
atau memperbaiki miskonsepsi. Kelompok diharapkan bekerja sama dengan
sebaik-baiknya dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran.
3. Tes.
Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan tes
secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu.
4. Peningkatan
skor individu. Setiap anggota kelompok diharapkan mencapai skor tes yang tinggi
karena skor ini akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan skor rata-rata
kelompok.
5. Penghargaan
kolompok. Kelompok yang mencapai rata-rata skor tertinggi, diberikan
penghargaan.
Tipe TGT (Teams Games Tournament)
Menurut Slavin (2008:163-167) secara
umum TGT sama dengan STAD kecuali satu hal: TGT menggunakan turnamen akademik
dan menggunakan kuis-kuis dan system skor kemajuan individu. TGT sangat sering
dikombinasikan dengan STAD.
Komponen-komponen TGT meliputi:
1. Presentasi
kelas: Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas,
biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang
dipimpin guru.
2. Kelompok
(team): Kelompok biasanya terdiri dari 4
sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen. Fungsi kelompok adalah untuk
lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya.
3. Game:
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji
pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok.
4. Turnamen:
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah
guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja.
5. Team
recognize (penghargaan kelompok)
Keunggulan metode TGT ini meliputi :
·
siswa memperoleh teman
lebih banyak.
·
meningkatkan
perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung
·
meningkatkan harga diri
sosial pada siswa tetapi tidak untuk rasa harga diri akademik mereka.
·
meningkatkan
kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama verbal dan nonberbal, kompetisi
yang lebih sedikit).
·
keterlibatan siswa
lebih tinggi dalam belajar bersama.
·
meningkatkan kehadiran
siswa di sekolah pada remaja-remaja dengan gangguan emosional, lebih sedikit
yang menerima skors atau perlakuan lain.
·
memungkinkan siswa
dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama,
persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Kelemahan metode TGT meliputi :
·
tidak semua materi bisa
menerapkan metode TGT, hanya materi yang membutuhkan banyak sumber dan luas
ruang lingkup pembahasannya.
·
membutuhkan waktu yang
lebih lama.
Tipe TAI (Team Assisted
Individualization)
TAI (Team Assisted Individualization)
adalah salah satu jenis pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Frase
Team Assisted Individualization dapat diterjemahkan sebagai “Bantuan Individual
Dalam Kelompok (BIDaK)”. Model pembelajaran kooperatif TAI ini sering pula
dimaknai sebagai Team Accelerated Instruction.
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI
(Team Assisted Individualization) merupakan pembelajaran kooperatif yang pada
pelaksanaannya siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen.
Salah satu poin penting yang harus diperhatikan untuk membentuk kelompok yang
heterogen di sini adalah kemampuan akademik siswa. Masing-masing kelompok dapat
beranggotakan 4 - 5 orang siswa. Sesama anggota kelompok berbagi tanggung
jawab.
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI
(Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction) merupakan
strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Pada model
pembelajaran kooperatif ini, siswa biasanya belajar menggunakan LKS (lembar
kerja siswa) secara berkelompok. Mereka kemudian berdiskusi untuk menemukan
atau memahami konsep-konsep. Setiap anggota kelompok dapat mengerjakan satu
persoalan (soal) sebagai bentuk tanggungjawab bersama. Penerapan model
pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization lebih menekankan pada
penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu dan memperoleh kesempatan
yang sama untuk berbagi hasil bagi setiap anggota kelompok.
Alasan Slavin Mengembangkan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI
Robert Slavin mengembangkan model
pembelajaran kooperatif tipe TAI ini di Johns Hopkins University bersama Nancy
Madden dengan beberapa alasan, yaitu : (1) Model ini mengkombinasikan
keunggulan kooperatif dan program pengajaran individual; (2) Model ini
memberikan tekanan pada efek sosial dari belajar kooperatif; (3) TAI disusun
untuk memecahkan masalah dalam program pengajaran, misalnya dalam hal kesulitan
belajar siswa secara individual.
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI
ini dikembangkan oleh Slavin untuk mata pelajaran matematika, khususnya untuk
materi keterampilan-keterampilan berhitung (computation skills).
TAI adalah Kombinasi Pembelajaran
kooperatif dengan Pembelajaran Individual
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI
(Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction) yang
diprakarsai oleh Robert Slavin ini merupakan perpaduan antara pembelajaran
kooperatif dan pengajaran individual. Metode ini memperhatikan perbedaan
pengetahuan awal tiap siswa untuk mencapai prestasi belajar. Pembelajaran
individual dipandang perlu diaplikasikan karena siswa memasuki kelas dengan
pengetahuan, kemampuan, dan motivasi yang berbeda-beda. Saat guru
mempresentasikan materi pembelajaran, tentunya ada sebagian siswa yang tidak
memiliki pengetahuan prasyarat untuk mempelajari materi tersebut. Ini tentu
dapat menyebabkan siswa-siswa yang tidak memiliki pengetahuan prasyarat itu
akan gagal mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan guru. Bagi siswa-siswa
lain, mungkin sudah menguasai materi pembelajaran itu, atau mungkin karena
bakat yang dimilikinya dapat mempelajari dengan sangat cepat sehingga waktu
yang digunakan oleh guru untuk mengajar menjadi mubazir.
Dengan perpaduan antara pembelajaran
kooperatif dan invidual dapat diperoleh dua keuntungan sekaligus, yaitu :
Keuntungan dari pembelajaran kooperatif
dalam TAI
Pembelajaran kooperatif merupakan upaya
pemberdayaan teman sejawat, meningkatkan interaksi antar siswa, serta hubungan
yang saling menguntungkan antar mereka. Siswa dalam kelompok akan belajar
mendengar ide atau gagasan orang lain, berdiskusi setuju atau tidak setuju,
menawarkan, atau menerima kritikan yang membangun, dan siswa tidak merasa
terbebani ketika ternyata pekerjaannya salah. Siswa bekerja dalam kelompok
saling membantu untuk menguasai bahan ajar
Keuntungan dari pembelajaran individual
dalam TAI
Pembelajaran individual mendidik siswa
untuk belajar secara mandiri, tidak menerima pelajaran secara mentah dari guru.
Melalui pembelajaran individual ini, siswa akan dapat mengeksplorasi
pengetahuan dan pengalamannya sendiri untuk mempelajari materi pelajaran,
sehingga ia mengalami pembelajaran secara bermakna (meaningful learning) sesuai
faham konstruktivisme.
Penyusunan Kelompok pada Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI
Kelompok heterogen digunakan dalam
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization
atau Team Accelerated Instruction) karena beberapa alasan, yaitu :
Kelompok heterogen memberikan kesempatan
untuk saling mengajar melalui tutor sebaya (peer tutoring) dan saling mendukung
Kelompok heterogen meningkatkan hubungan
dan interaksi antar siswa walaupun berbeda ras, agama, etnik, dan gender
Kelompok heterogen memudahkan
pengelolaan kelas karena pada setiap kelompok terdapat siswa yang memiliki
kemampuan akademis bagus, dengan demikian secara tidak langsung guru
mendapatkan asisten-asistem mengajar untuk siswa-siswa lain yang berada di
dalam kelompok yang sama. Kunci model pembelajaran kooperatif yang menggunakan
tipe Team Assisted Individualization adalah penerapan bimbingan antar teman.
Keuntungan/Kelebihan Model pembelajaran
kooperatif tipe Team Assisted Individualization
Model pembelajaran kooperatif tipe Team
Assisted Individualization memberi keuntungan baik pada guru, siswa kelompok
atas maupun kelompok bawah yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas
akademik, yaitu:
Siswa yang pandai ikut bertanggung jawab
membantu yang lemah dalam kelompoknya. Dengan demikian siswa yang pandai dapat
mengembangkan kemampuan dan keterampilannya.
Siswa yang lemah akan terbantu dalam
memahami materi pelajaran.
Tidak ada persaingan antar siswa karena
siswa saling bekerjasama untuk menyelesaikan masalah dalam mengatasi cara
berpikir yang berbeda
Siswa tidak hanya mengharap bantuan dari
guru, tetapi siswa juga termotivasi untuk belajar cepat dan akurat pada seluruh
materi
Guru setidaknya hanya menggunakan setengah
dari waktu mengajarnya sehingga akan lebih mudah dalam pemberian bantuan secara
individu.
Langkah-Langkah (Tahapan) Penerapan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI
Model pembelajaran tipe TAI ini memiliki
8 tahapan dalam pelaksanaannya, yaitu : (1) Placement Test; (2) Teams; (3)
Teaching Group; (4) Student Creative; (5) Team Study; (6) Fact Test;(7) Team Score dan Team
Recognition; dan (8) Whole-Class Unit. Berikut penjelasannya satu per satu:
Placement Test
Pada langkah ini guru memberikan tes
awal (pre-test) kepada siswa. Cara ini bisa digantikan dengan mencermati
rata-rata nilai harian atau nilai pada bab sebelumnya yang diperoleh siswa
sehingga guru dapat mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu.
Teams
merupakan langkah yang cukup penting
dalam penerapan model pembelajaran kooperatif TAI. Pada tahap ini guru
membentuk kelompok-kelompok yang bersifat heterogen yang terdiri dari 4 - 5
siswa.
Teaching Group
Guru memberikan materi secara singkat
menjelang pemberian tugas kelompok.
Student Creative
Pada langkah ketiga, guru perlu
menekankan dan menciptakan persepsi bahwa keberhasilan setiap siswa (individu)
ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya.
Team Study
Pada tahapan team study siswa belajar
bersama dengan mengerjakan tugas-tugas dari LKS yang diberikan dalam
kelompoknya. Pada tahapan ini guru juga memberikan bantuan secara individual
kepada siswa yang membutuhkan, dengan dibantu siswa-siswa yang memiliki
kemampuan akademis bagus di dalam kelompok tersebut yang berperan sebagai peer tutoring
(tutor sebaya).
Fact test
Guru memberikan tes-tes kecil
berdasarkan fakta yang diperoleh siswa, misalnya dengan memberikan kuis, dsb..
Team Score dan Team Recognition
Selanjutnya guru memberikan skor pada
hasil kerja kelompok dan memberikan “gelar” penghargaan terhadap kelompok yang
berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam
menyelesaikan tugas. Misalnya dengan menyebut mereka sebagai “kelompok OK”,
kelompok LUAR BIASA”, dan sebagainya.
Whole-Class Units
Langkah terakhir, guru menyajikan
kembali materi oleh guru kembali diakhir bab dengan strategi pemecahan masalah
untuk seluruh siswa di kelasnya.
Tipe CIRC (Cooperatif Integrated Reading And Composition)
Pembelajaran CIRC dikembangkan oleh
Stevans, Madden, Slavin dan Farnish. Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dari
segi bahasa dapat diartikan sebagai suatu model pembelajaran kooperatif yang
mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh kemudian mengkomposisikannya
menjadi bagian-bagian yang penting.
Dalam model pembelajaran ini, siswa
ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen, yang terdiri atas 4
atau 5 siswa. Dalam kelompok ini terdapat siswa yang pandai, sedang atau lemah,
dan masing-masing siswa sebaiknya merasa cocok satu sama lain. Dalam kelompok
ini tidak dibedakan jenis kelamin, suku/bangsa, atau tingkat kecerdasan siswa.
Dengan pembelajaran kelompok, diharapkan siswa dapat meningkatkan pikiran
kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi. Sebelum dibentuk
kelompok, siswa diajarkan bagaimana bekerjasama dalam suatu kelompok. Siswa
diajari menjadi pendengar yang baik, siswa juga dapat memberikan penjelasan
kepada teman sekelompok, berdiskusi, mendorong teman lain untuk bekerjasama,
menghargai pendapat teman lain, dan sebagainya. Model pembelajaran ini, dibagi
menjadi beberapa fase:
1. Fase
Orientasi: Pada fase ini, guru memberikan pengetahuan awal siswa tentang materi
yang akan diberikan. Selain itu guru juga memaparkan tujuan pembelajaran yang
akan dilakukan kepada siswa.
2. Fase
Organisasi: Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, dengan memperhatikan
keheterogenan akademik. Membagikan bahan bacaan tentang materi yang akan
dibahas kepada siswa. Selain itu menjelaskan mekanisme diskusi kelompok dan
tugas yang harus diselesaikan selama proses pembelajaran berlangsung.
3.
Fase Pengenalan Konsep:
Dengan cara mengenalkan tentang suatu konsep baru yang mengacu pada hasil
penemuan selama eksplorasi. Pengenalan ini bisa didapat dari keterangan guru,
buku paket, film, kli- ping, poster atau media lainnya.
4. Fase
Publikasi: Siswa mengkomunikasikan hasil temuan-temuannya, membuktikan,
memperagakan tentang materi yang dibahas baik dalam kelompok maupun di depan
kelas.
5. Fase
Penguatan dan Refleksi: Pada fase ini guru memberikan penguatan berhubungan dengan
materi yang dipelajari melalui penjelasan-penjelasan ataupun memberikan contoh
nyata dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya siswa pun diberi kesempatan
untuk mere- fleksikan dan mengevaluasi hasil pembelajarannya.
4. Spesialisasi pembelajaran kooperatif
Metode-metode
Speasilisi pembelajaran kooperati
A. Group
Investigation
Pembelajaran kooperatif
tipe GI pada dasarnya dirancang untuk membimbing para siswa mendefinisikan
masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah itu, mengumpulkan data
yang relevan, mengembangkan dan mengetes hipotesis. Guru dan murid memiliki
status yang sama dihadapan masalah yang dipecahkan dengan peranan yang berbeda.
Sarana pendukung yang dipergunakan untuk melaksanakan model ini adalah segala
sesuatu yang menyentuh kebutuhan para pelajar untuk dapat menggali berbagai
informasi yang sesuai dan diperlukan untuk melakukan proses pemecahan masalah
kelompok.
Tahapan-tahapan dalam
menerapkan pembelajaran kooperatif GI adalah sebagai berikut:
1.Tahap Pengelompokan
(Grouping)
Tahap mengidentifikasi
topik yang akan diinvestigasi serta mebentuk kelompok investigasi, dengan
anggota tiap kelompok 4 sampai 5 orang.
Pada tahap ini beberapa
hal yang dilakukan siswa dan guru, yaitu
·
Siswa mengamati sumber,
memilih topik, dan menentukan kategori-kategori topik permasalahan.
·
Siswa bergabung pada
kelompok-kelompok belajar berdasarkan topik yang mereka pilih atau menarik
untuk diselidiki.
·
Guru membatasi jumlah
anggota masing-masing kelompok antara 4 sampai 5 orang berdasarkan keterampilan
dan keheterogenan.
2. Tahap Perencanaan
(Planning)
Tahap Planning atau
tahap perencanaan tugas-tugas pembelajaran. Pada tahap ini siswa bersama-sama
merencanakan tentang apa, bagaimana, siapa, dan tujuan dari topik yang mereka
pelajari.
3.Tahap Penyelidikan
(Investigation)
Tahap Investigation,
yaitu tahap pelaksanaan proyek investigasi siswa. Pada tahap ini, siswa
mengumpulkan informasi, menganalisis data dan membuat simpulkan terkait dengan
permasalahan-permasalahan yang diselidiki, saling bertukar, berdiskusi,
mengklarifikasi dan mempersatukan ide dan pendapat.
4. Tahap
Pengorganisasian (Organizing)
Yaitu tahap persiapan
laporan akhir. Pada tahap ini anggota kelompok menentukan pesan-pesan penting
dalam prakteknya masing-masing, merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan
bagaimana mempresentasikannya.
5. Tahap Presentasi
(Presenting)
Tahap presenting yaitu tahap penyajian laporan
akhir. Penyajian kelompok pada keseluruhan kelas dalam berbagai variasi bentuk
penyajian.Kelompok yang tidak sebagai penyaji terlibat secara aktif sebagai
pendengar mengklarifikasi dan mengajukan
pertanyaan atau tanggapan terhadap topik yang disajikan.
6. Tahap evaluasi
(evaluating)
Pada tahap evaluating
atau penilaian proses kerja dan hasil proyek siswa. Pada tahap ini, kegiatan
guru dan siswa mengkolaborasi, mengevaluasi tentang pembelajaran yang telah
dilaksanakan. Adanya penilaian hasil belajar haruslah mengevaluasi tingkat
pemahaman siswa.
B. CO-OP CO-OP
Co-op Co-op adalah
bentuk Group Investigation dimana metode ini menempatkan tim dalam kooperasi
antara satu dengan yang lainnya untuk mempelajari sebuah topic di kelas. Metode
ini akan memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sama dalam
kelompok-kelompok kecil sehingga dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang
diri mereka dan dunia. Selain itu, dengan metode ini para siswa dapat saling
berbagi pengalaman baru dengan teman-teman sekelasnya.
Ada sembilan langkah
untuk mencapai kesuksesan dengan metode ini, yaitu :
1.Diskusi di kelas
terpusat pada siswa
Pada awal memulai
kelas, doronglah para siswa untuk menemukan dan mengekspresikan ketertarikan
mereka sendiri terhadap suatu objek.
2. Menyeleksi tim
pembelajaran siswa dan pembentukan tim
Para siswa perlu
memiliki kelompok kerja yang heterogen dengan kemampuan dan kepercayaan baik
antar tiap anggotanya.
3. Seleksi topik tim
Biarkan siswa memilih
sendiri topik untuk kelompok mereka. Guru hanya sebagai fasilitator. Apabila
ada dua kelompok yang memiliki tema yang sama, maka diharapkan dapat
terselesaikan dengan kompromi.
4. Pemilihan topik
kecil
Suatu topic yang telah
dipilih akan dibagi menjadi beberapa topic kecil yang akan diselesaikan anggota
kelompok. Keterlibatan guru dalam pemilihan topic ini bisa bervariasi,
tergantung pada kemampuan siswa. Guru boleh saja menentukan topic kecil
tersebut sesuai dengan persetujuannya untuk memastikan bahwa topic-topik
tersebut sesuai. Namun topic tersebut juga boleh dibagi sendiri oleh anggota
kelompok. Kejadian ini biasanya berakibat pada perbedaan kontribusi di antara anggota kelompok.
5. Persiapan topik
kecil
Persiapannya bisa
berupa penelitian kepustakaan, pengumpulan data melalui wawancara atau
eksperimen, menciptakan proyek individual, dan menulis atau melukis.
6. Presentasi topik
kecil
Setelah para siswa
menyelesaikan tugas individual, mereka mempresentasikan topic kecil pada teman
satu kelompok. Dengan cara ini diharapkan semua anggota kelompok mengerti akan
semua pengetahuan dan pengalaman yang dilakukan masing-masing anggota tim.
7. Persiapan presentasi
tim
Para siswa di dorong
untuk memadukan semua topic kecil dalam presentasi tim. Format-format yang
sifatnya bukan pengajaran secara langsung sepeti memamerkan, mendemonstrasikan,
lakon singkat, dan diskusi kelas yang dipimpin tim merupakan contoh-contoh
bentuk presentasi yang dianjurkan.
8. Presentasi tim
Selama presentasi,
kelompok memegang kendali kelas. Semua anggota kelompok bertanggung jawab pada
waktu, ruang, dan bahan-bahan yang dibutuhkan saat presentasi.
9. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan
berupa evaluasi presentasi kelompok oleh kelas, kontribusi individual terhadap
tim oleh anggota tim lainnya, pengulangan kembali materi oleh siswa.
C. Jigsaw
Teknik
mengajar Jigsaw dikembangkan sebagai metode Cooperative Learning yang dapat
digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara.
Dalam teknik ini, guru memperhatikan latar belakang pengalaman siswa dan
membantu siswa mengaktifkan skema, siswa bekerja sama dengan siswa lain dalam
suasana gotong-royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi
serta meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Jigsaw
merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok
kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling
ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi
pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota
kelompok yang lain.
Jigsaw
didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya
sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi
yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi
tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, siswa saling
tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk
mempelajari materi yang ditugaskan.
D. Complex
instruction ( pengajaran kompleks)
Metode pembelajaran
kooperatif lainnya yang didasarkan pada mencari keterangan dan investigasi.
Bentuk yang paling banyak digunakan dari pendekatan ini adalah sebuah program
yang disebut Finding Out/Descubrimiento, sebuah program berorientasi penemuan
untuk pelajaran Ilmu Pengetahuan Ilmiah di sekolah dasar yng dikembangkan oleh
Edward De Avila dan Elizabeth Cohen. Metode ini, menggunakan kelas dwi bahasa
khusus, yang melibatkan para siswa dalam kelompok kecil, diberikan
kegiatan-kegiatan ilmiah yang diarahkan kepada penemuan prinsip-prinsip ilmu
pengetahuan ilmiah.
Kesimpulan
·
Pembelajaran kooperatif
merupakan salah satu pembelajaran efektif dengan cara membentuk
kelompok-kelompok kecil untuk saling bekerja sama, berinteraksi, dan bertukar
pikiran dalam proses belajar. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan
belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan
pelajaran.
·
Dalam proses belajar
mengajar, diperlukan strategi yang efektif dan efisien agar tercapai tujuan
pembelajaran yang diinginkan. Metode kooperatif learning pada intinya
menekankan pada interaksi antara masing-masing anggota kelompok demi kesuksesan
pembelajaran. Metode ini memiliki komponen penting dalam pelaksanaannya.
Beberapa teknik dalam Cooperative Learning meliputi STAD, TAI, TGT, CIRC,
Jigsaw, GI, Complex Instruction. Setiap teknik punya kelebihan dan kelemahan
masing-masing. Oleh karena itu, perlu dipikirkan bagaimana solusi agar proses
pembelajaran dalam berjalan dengan baik.
Daftar
Pustaka
·
Ibrahim. 2000.
Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Surabaya University Press.
·
Isjoni. 2009.
Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.
·
Johnson, David W& Johnson,Roger T. 1991. Learning
Together and Alone. USA: Prentice Hall, Inc.
·
Sanjaya, Wina. 2005.
Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
·
Slavin, Robert E. 2008.
Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Terjemahan Nurulita, Bandung::
Nusa Media.
Lampiran Wawancara
Menurut
hasil wawancara kami kepada siswa-siswi SMK Negeri 3 Banjarbaru, dari
pertanyaan yang kami tanyakan tentang metode pembelajaran seperti apa yang disenangi
siswa dalam hal pembelajaran disekolah. Siswa-siswi lebih menyukai metode
coperative learning alasannya adalah karena siswa-siswi lebih menyukai kerja
kelompok daripada penjelasan guru yang seperti ceramah tanpa henti-hentinya.
Materi pelajaran akan cepat selesai, lebih mudah masuk keotak siswa-siswi, dan
siswa-siswi akan saling bantu sama lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar