MODEL PEMBELAJARAN
Oleh
DESSY JELIS CARZELA
PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
Desicarzela@gmail.com
makalah ini membahas tentang model pembelajaran sosial, ciri
model pembelajaran, teori model pembelajaran, model bermain peran (role
playing), model simulasi sosial, telaah yurisprudensi
Model pembelajaran dapat diartikan dengan istilah sebagai gaya
atau strategi yang dilakukan oleh seorang guru dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar. dalam penerapannya itu gaya yang dilakukan tersebut mencakup
beberapa hal strategi atau prosedur agar tujuan yang ingin dikehendaki dapat
tercapai. Banyak para ahli pendidikan mengungkapkan berbagai pendapatnya
menganai pengertian model pembelajaran.
Model pembelajaran
tidak terlepas dari kata strategi atau model pembelajaran identik dengan
istilah strategi. model pembelajaran dan strategi merupakan satu yang tidak
dapat dipisahkan. Keduanya harus beriringan, sejalan, dan saling mempengaruhi.
Istilah strategi itu sendiri dapat diuraikan sebagai taktik atau sesuatu
kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien. Selain itu strategi
dalam pembelajaran dapat didevinisikan sebagai suatu perangkat materi dan
prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama, terpadu untuk
menciptakan hasil belajar yang diinginkan guru pada siswa. agar tujuan pendidikan yang telah disusun
dapat secara optimal tercapai, maka perlu suatu metodeyang diterapkan
untukmerealisasikanstrategi yangtelahditetapkan tersebut.
Pendahuluan
A.Latar belakang
“mencari ilmu
adalah diwajibkan bagi setiap muslim laki-laki dan wanita dari mulai
lahir sampai ke liang lahat.” “mencari ilmu adalah diwajibkan bagi
setiap muslim laki-laki dan wanita dari mulai lahir sampai ke liang lahat.”
Dalam kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari
berbagai variabel pokok yang saling berkaitan yaitu kurikulum, guru/pendidik,
pembelajaran, peserta. Dimana semua komponen ini bertujuan untuk kepentingan
peserta. Berdasarkan hal tersebut pendidik dituntut harus mampu menggunakan
berbagai model pembelajaran agar peserta didik dapat melakukan kegiatan
belajar. Hal ini dilatar belakangi bahwa peserta didik bukan hanya sebagai
objek tetapi juga merupakan subjek dalam pembelajaran. Peserta didik harus
disiapkan sejak awal untuk mampu bersosialisasi dengan lingkungannya sehingga
berbagai jenis model pembelajaran yang dapat digunakan oleh
pendidik.Model-model pembelajaran sosial merupakan pendekatan pembelajaran yang
dapat digunakan di kelas dengan melibatkan peserta didik secara penuh (student
center) sehingga peserta didik memperoleh pengalaman dalam menuju kedewasaan,
peserta dapat melatih kemandirian, peserta didik dapat belajar dari lingkungan
kehidupannya.
Dalam proses pembelajaran, guru dan peserta didik
sering dihadapkan pada berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan mata
pelajaran maupun yang menyangkut hubungan sosial. Pemecahan masalah
pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui diskusi kelas,
tanya jawab antara guru dan peserta didik, penemuan dan inkuiri. Konsep yang
dipakai sebagai upaya pemecahan permasalahan itulah yang dimaksud dengan model
pembelajaran.
Model Pembelajaran adalah an instructional
model is a step-by-step procedure that leads to specific
learning outcomes.[1]
(model pembelajaran adalah prosedurlangkah-demi-langkah yang
mengarah ke hasil belajar yang spesifik). Joyce & Weil (1980)
mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran. Dengan demikian,
model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar. Jadi model pembelajaran cenderung preskriptif (dalam
mencapai tujuan), yang relatif sulit dibedakan dengan strategi pembelajaran.[2] Dan
strategi pembelajaran adalah An instructional strategy
is a method for delivering instruction that is intended to help students
achieve a learning objective.[3](Strategi pembelajaran adalah metode untuk memberikan instruksi yang
dimaksudkan untuk membantu siswa mencapai tujuanpembelajaran).
Memahami beberapa pernyataan di atas betapa perlu dan penting model
pembelajaran dihadirkan dalam proses pembelajaran agar situasi dan kondisi pemebelajaran
menjadi baik dan terarah.
Banyak model pembelajaran yang dapat dipakai oleh
seorang guru untuk menunjang kegiatan pembelajaran untuk menjadi lebih baik,
dan jika seorang guru dapat memanfaatkan media, sumber atau literatur tentang
permodelan dalam pembelajaran tersebut, maka guru akan menjadi profesional
dalam menjalankan tugasnya. Satu contoh model yang dapat digunakan adalah model
pembelajaran sosial. Mengapa dikatakan model pembelajaran sosial? “Karena
pendekatan pembelajaran yang termasuk dalam kategori model ini menekankan
hubungan individu dengan masyarakat atau orang lain. Model-model dalam kategori
ini difokuskan pada peningkatan kemampuan individu dalam berhubungan dengan
orang lain, terlibat dalam proses demokratis dan bekerja secara produktif dalam
masyarakat”[4] Dengan
demikian siswa dalam proses belajar akan memasuki nuansa sebenarnya dimana
problem sosial yang mungkin saja dihadapinya setiap hari. Dalam proses
pembelajaran itu siswa mencoba mengatasi sendiri permasalahan-permasalahannya
dengan baik.
Satu sisi dari eksistensi manusia itu adalah sebagai
makhluk sosial, maka menjadi sangat penting bila anak-anak itu diajarkan sedini
mungkin pada pola kehidupan sosial. Bahkan Elizabeth B. Hurlock mengungkapkan
bahwa “ karena pola perilaku sosial atau perilaku yang tidak sosial dibina pada
masa kanak-kanak awal atau masa pembentukan, maka pengalaman sosial itu sangat
menentukan kepribadian setelah anak menjadi dewasa”.[5]
Untuk itu model pembelajaran sosial ini menitik beratkan terhadap tingkah laku
anak pada peran, simulasi dan tanggap serta dapat mengatasi problem-problem
sosial yang dialami anak dengan baik.
Untuk lebih jelas tentang apa sajakah yang tergolong
dalam model pembelajaran sosial ini, penulis akan merujuk pada konsep Hamzah B.
Uno dalam bukunya model pembelajaran, beliau membaginya menjadi 3 model
pembelajaran sosial, yaitu (1) model pembelajaran bermain peran, (2) model
pembelajaran simulasi sosial dan (3) model pembelajaran telaah kajian
yurisprudensi.[6]
Ketiga model inilah yang akan di bahas dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian pendahuluan di atas, maka makalah tentang model pembelajaran
sosial ini akan membahas tentang hal-hal sebagai berikut:
1. Apa
dan bagaimana proses pelaksanaaan model pembelajaran bermain peran?
2. Apa
dan bagaimana proses pelaksanaaan model pembelajaran simulasi sosial?
3. Apa
dan bagaimana proses pelaksanaaan model pembelajaran telaah yurisprudensi?
Pembahasan
A.
Definisi Model Pembelajaran
Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar. Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Jadi, sebenarnya model pembelajaran memiliki arti yang sama
dengan pendekatan, strategi atau metode pembelajaran.
Saat ini telah banyak dikembangkan berbagaimacam model pembelajaran,
dari yang sederhana sampai model yang agak kompleks dan rumit karena memerlukan
banyak alat bantu dalam penerapannya.[7]
Ciri-ciri Model Pembelajaran
Ada beberapa ciri-ciri model pembelajaran secara khusus
diantaranya adalah:[8]
1. Rasional
teoritik yang logis yangdisusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
2. Landasan
pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar.
3. Tingkah
laku mengajar yang diperlukanagar model tersebut dapat dilaksanakandengan berhasil.
4.
Lingkungan belajar yang duperlukanagar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
1. Model
pembelajaran menurut Kardi dan Nur ada lima model pembelajaran yang
dapat digunakan dalam mengelola pembelajaran, yaitu: pembelajaran langsung;
pembelajaran kooperatif; pembelajaran berdasarkan masalah; diskusi; dan
learning strategi.
2. Menurut Dedi
Supriawan dan A. Benyamin Surasega (1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok
model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan
informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah
laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran
tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
3. Menurut E.
Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran yang dianggap sesuai
dengan tuntutan Kurikukum Berbasis Kompetensi; yaitu : (1) Pembelajaran
Kontekstual (Contextual Teaching Learning); (2) Bermain Peran (Role Playing);
(3) Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning); (4)
Belajar Tuntas (Mastery Learning); dan (5) Pembelajaran dengan Modul (Modular
Instruction).
4. Menurut Joyce
dan Weil (1986: 14-15) mengemukakan bahwa setiap model belajar mengajar atau
model pembelajaran harus memiliki empat unsur berikut.
a.
Sintak (syntax) yang merupakan fase-fase (phasing) dari model yang menjelaskan
model tersebut dalam pelaksanaannya secara nyata (Joyce dan Weil, 1986:14).
Contohnya, bagaimana kegiatan pendahuluan pada proses pembelajaran dilakukan?
Apa yang akan terjadi berikutnya?
b.
Sistem sosial (the social system) yang menunjukkan peran dan hubungan guru dan
siswa selama proses pembelajaran. Kepemimpinan guru sangatlah bervariasi pada
satu model dengan model lainnya. Pada satu model, guru berperan sebagai
fasilitator namun pada model yang lain guru berperan sebagai sumber ilmu
pengetahuan.
c.
Prinsip reaksi (principles of reaction) yang menunjukkan bagaimana guru
memperlakukan siswa dan bagaimana pula ia merespon terhadap apa yang dilakukan
siswanya. Pada satu model, guru memberi ganjaran atas sesuatu yang sudah
dilakukan siswa dengan baik, namun pada model yang lain guru bersikap tidak
memberikan penilaian terhadap siswanya, terutama untuk halhal yang berkait
dengan kreativitas.
d.
Sistem pendukung (support system) yang menunjukkan segala sarana, bahan, dan
alat yang dapat digunakan untuk mendukung model tersebut.
5. Menurut teori Soekamto dan
Winataputra (1995:78) mendefinisikan ‘model pembelajaran’ sebagai kerangka
konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan
berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar
dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
1.
Sistem Perilaku (The Behavioral System
Fammily)
Model behavioral pada mulanya dikembangkan pada
eksperiment terhadap kondisi yang bersifat klasikal oleh Pavlov, kemudian
dikebangkan oleh Thorndike dalam bentuk system raward di dalam pembelajaran.
Model ini memusatkan pada perilaku yang teramati (terobservasi). Model pembelajaran
ini mementingkan penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan manipulasi
penguatan tingkah laku secara efektif sehingga terbentuk pola tingkah laku yang
dikehendaki. Model pembelajaran ini terbagi atas beberapa macam, yaitu:
1.
Belajar tuntas (Mastery Learning)
Pada
prinsipnya belajar tuntas adalah suatu proses aktivitas proses pembelajaran
yang bertujuan agar bahan ajar dapat dikuasai secara tuntas oleh siswa. Untuk
memahami bagaimana bentuk dan karakteristik belajar tuntas dapat diketahui dari
beberapa ciri berikut:
Setiap
tujuan pembelajaran dinyatakan secara jelas, terukur dan memuat apa yang harus
siswa-siswa lakukan.
Tujuan-tujuan
pembelajaran harus dikelompokkan.
Tujuan
pembelajaran harus merupakan pilihan tindakan yang benar-benar dan mungkin
dapat dilakukan, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi akibat proses
pembelajaran benar-benar dapat diukur.
Tujuan
pembelajaran harus menggambarkan kebermaknaan urutan atau unit.
Ciri-ciri belajar tuntas menurut Sumantri dan Permana (1998/ 199:99),
diantaranya:
Pembelajaran
didasarkan atas tujuan-tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu.
Pembelajaran
sangat memperhatikan perbedaan-perbedaan individu terutama dalam hal kemampuan
dan kecepatan belajarnya.
Evaluasi
dilakukan secara kontinyu agar guru dan siswa segera mendapat balikan.
2.
Pengajaran Langsung (Direct Instruction)
Pembelajaran
langsung merupakan suatu model pembelajaran dimana kegiatannya terfokus pada aktivitas-aktivitas
akademik. Tujuan utama model pembelajaran langsung adalah untuk memaksimalkan
penggunaan waktu belajar siswa (Joyce, Weil dan Calhoun, 2000:38). Dampak
keterampilan, meningkatnya kemampuan siswa. Dampak pengiring meningkatnya
percaya diri siswa.
3. Simulasi (Simulation)
Simulasi
sebagai salah satu model pembelajaran merupakan penerapan dari prinsip
sibernetik sebagai salah satu cabang psikologi. Para ahli sibernetik
menganalogikan manusia dengan mesin yang memiliki sistem kendali yang mampu
membangkitkan gerakan dan mengendalikan diri sendiri.
Untuk
mencapai hasil yang diharapkan pengembangan model simulasi ini dilakukan
melalui beberapa tahap berikut:
Ø
Tahap orientasi:
Menyajikan
berbagai topik simulasi dan konsep-konsep yang akan diintegrasikan dalam
simulasi.
Menjelaskan
prinsip-prinsip simulasi dan permainan.
Memberikan
gambaran teknis tentang pelaksanaan simulasi.
Ø
Tahap latihan peserta:
Merancang
skenario
Melakukan
percobaan singkat suatu episode.
Ø
Tahap proses simulasi:
Melaksanakan
aktivitas permainan dan pengaturan kegiatan.
Memperoleh
balikan dan evaluasi terhadap performance dan hasil pengalaman.
Melakukan
klarifikasi terhadap kekeliruan konsepsi.
Melanjutkan
kegiatan simulasi.
Ø
Tahap pemantapan:
Membuat
ringkasan terhadap peristiwa-peristiwa yang diamati dan persepsi-persepsi yang
berkembang selama simulasi.
Membuat
ringkasan tentang kesulitan atau kendala-kendala yang dihadapi dalam simulasi.
Menganalisis
proses simulasi.
Membandingkan
aktivitas simulasi dengan kenyataan sesungguhnya.
Menghubungkan
proses simulasi dengan isi pengajaran.
Menilai dan
merancang kembali simulasi mengacu pada catatan-catatan ringkasan serta
analisis selama proses simulasi yang telah dilakukan
2. Pemprosesan
Informasi
Menurut surya (2004) dalam syaiful sagalas (2012: 74)
memiliki beberapa rumpun model pemrosesan informasi, yaitu: (1) model berpikir
induktif, (2) Model latihan inkuiri, (3) inkuiri ilmiah, (4) penemuan konsep,
(5) pertumbuhan konsep, (6) Model piñata lanjutan, (7) memori.
Macam-macam model pemrosesan informasi di atas akan
dibahas secara lengkap sebagai berikut.
1. Berpikir induktif
Model ini merupakan karya besar Hilda taba. Ia juga
termasuk salah satu pencetus model pengembangan kurikulum yang bernama model
pengembangan kurikulum Hilda taba. Model berpikir induktif ini beranggapan
bahwa kemampuan berpikir seseorang itu tidak dengan sendirinya berkembang
dengan baik jika proses pembelajaran dikembangkan tanpa memperhatikan
kesesuaian dengan kebutuhan berpikir seseorang. Kemampuan berpikir harus
diajarkan melalui pendekatan khusus yang memungkin peserta didik terampil dalam
berpikir.
Model berpikir induktif ini merupakan suatu strategi
mengajar yang dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik mengubah
informasi. Kemudian model ini dikembangkan atas dasar, (1) kemampuan berpikir
dapat diajarkan, (2) berpikir merupakan suatu transaksi aktif antara individu
dengan data, dan (3) proses berpikir merupakan suatu urutan tahapan yang
beraturan.
Model berpikir induktif dilaksanakan dalam lima
langkah, yaitu:
1. Membuat unit-unit
percobaan (producing pilot units);
2. Menguji unit-unit
eksperimen (testing experimental units)
menguji ulang unit-unit yang telah digunakan oleh guru dikelas itu sendiri,
kelas lain atau kelas yang berbeda;
3. Merevisi dan
mengkonsolidasi yaitu mengadakan perbaikan dan penyempurnaan pada unit yang
dicobakan;
4. Mengebangkan jaringan
kerja untuk lebih meyakinkah apakah unit-unit yang telah direvisi dan
konsolidasi dapat digunakan lebih luas atau tidak;
5. Memasang dan
mendesiminasi unit-unit baru yang dihasilkan.
2. Latihan inkuiri (inkuiri training)
Model latihan inkuiri dicetuskan oleh richard suchman.
Menurutnya bahwa model ini digunakan untuk melatih peserta didik agar bisa
melakukan penelitian, menjelaskan fenomena, dan memecahkan masalah secara alamiah
(saiful sagalas, 2014: 76). Tujuan utama model ini adalah bagaimana agar
peserta didik agar bisa memformulasikan masalah yang menarik, misterius, serta
menantang agar peserta didik bisa berpikir ilmiah.
Kemudian menurut suchman dalam Uno (2009: 14) bahwa
peserta didik: (1) secara alamiah manusia memiliki kecendrungan untuk selalu
mencari tahu akan segala sesuatu yang menarik perhatiannya; (2) manusia akan
menyadari rasa keingintahuan segala sesuatu tersebut dan akan belajar untuk
mengalisis strategi berpikirnya; (3) srtategi baru dapat diajarkan secara
langsung dan ditambahkan atau digabungkan dengan strategi lama yang telah
dimiliki oleh peserta didik; (4) penelitian kooperatif dapat memperkaya
kemampuan berpikir dan membantu peserta didik belajar tentang suatu ilmu yang
senantiasa bersifat tentative dan belajar menghargai penjelasan atau solusi
alternative.
Kemudian menurut Anurrahman (2012: 162) menjelaskan
bahwa model ini dikembangkan melalui beberapa langkah, yakni sebagai berikut.
a) Mempertentangkan
suatu masalah (dalam hal ini guru menjelaskan prosedur inquiri dan menjelaskan
peristiwa-peristiwa yang bertentangan);
b) Siswa melakukan
pengumpulan data serta melakukan klarifikasi;
c) Siswa melakukan
pengujian hipotesis;
d) Siswa mengorganisasikan
data memberikan penjelasan;
e) Siswa melakukan
analisis strategi inquiri dan mengembangkan secara lebih efektif.
3. Inkuri ilmiah
Model inkuri ilmiah ini dipelopori oleh Josep J.
Schwab. Model Inkuiri Ilmiah bertujuan agar peserta didik agar bisa meneliti,
menjelaskan fenomena dan memecahkan masalah secara ilmiah serta mengajarkan
bagaimana cara melakukan pencarian dan perenungan tentang pilihan-pilihan dan
alternative-alternatif yang harus dihadapi manakala memmikirkan makna
pendidikan, hakikat sains, dan karakter pemikiran pendidikan.
Menurut Aunurrahaman (2012: 161) penggunaan model ini
dalam proses pembelajaran dilakukan dalam beberapa tahap, yakni sebagai
berikut.
a) Menyajikan area dalam
penelitian kepada siswa;
b) Siswa merumuskan
masalah;
c) Siswa
mengidentifikasi masalah di dalam kegiatan penelitian;
d) Siswa menentukan cara-cara
untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya.
Dalam penerapan model ini dalam pembelajaran dituntut
agar terciptanya iklim kelas yang kooperatif. Dalam hal ini guru agar bisa
membimbing terlaksananya proses inquiry dan mendorong siswa agar berpartisipasi
secara aktif dalam proses pembelajaran.
4. Model penemuan konsep
Model penemuan konsep ini dipelopori oleh Jerome Bruner.
Model ini berangkat dari suatu pandangan bahwa lingkungan memiliki manusia yang
beragam. Peserta didik harus bisa membedakan, mengkatagorikan, dan menamakan
semua itu sehingga menemukan suatu konsep. Jadi model penemuan konsep adalah
suatu pendekatan yang bertujuan membantu siswa memahami konsep tertentu. Model
ini bisa diterapkan pada semua umur, mulai dari anak-anak sampai pada dewasa
Menurutnya bahwa belajar memiliki tiga proses, yaitu:
(1) memperoleh informasi baru; (2) mentransformasi pengetahuan; (3) menguji
relevansi dan ketepatan ilmu pengetahuan.
Menurut aunurrahman (2012: 158) bahwa model penemuan
konsep merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk menata dan menyusun
data sehingga konsep-konsep penting dapat dipelajari secara tepat dan efisien.
Dalam penerapan model ini dalam pembelajaran meliputi
dalam tiga tahap, yakni sebagai berikut.
a) Presentasi data dan
identifikasi konsep, meliputi:
1) Guru mempresentasikan conto-contoh nama;
2) Siswa membandingkan ciri positif dan negative
dari contoh yang dikemukakan;
3) Siswa menyimpulkan dan menguji hipotesis;
4) Siswa memberikan arti sesuai dengan ciri-ciri
esensial;
b) Menguji pencapaian
konsep yang meliputi beberapa kegiatan, meliputi:
1) Siswa mengidentifikasi tambahan contoh yang
tidak memiliki nama;
2) Guru mengkofirmasikan hipotesis, konsep nama
dan definisi sesuai dengan ciri-ciri esensial.
c) Menganalisis kemampuan
berpikir strategis, meliputi:
1) Siswa mendeskripsikan pemikiran-pemikiran
mereka;
2) Siswa mendiskusikan hipotesis dan
atribut-atribut;
3) Siswa mendiskusikan bentuk dan jumlah
hipotesis.
5. Pertumbuhan kognitif
Model ini dipelopori oleh jean piaget dkk. Model ini
menegaskan bahwa perkembangan kognitif sebagian besar dipengaruhi oleh
manipulasi dan interaktif aktif peserta didik dengan lingkungannya dimana
pengetahuan datang dari tindakannya. Melalui interaksi dengan lingkungan,
struktur kognitif akan selalu berkembangan pengalaman dan berubah terus menerus
selama interaksi itu belangsung. Cara ini akan membantu peserta didik agar
meninmgkatkan pertumbuhan intelektualnya yang dimulai dari proses reflektif
sampai pada peserta didik mampu memikirkan kejadian potensial dan secara mental
mampu mengeksplorasi kemungkinan akibatnya.
Pada dasarnya model ini dirancang untuk meningkatkan
perkembangan intelektual, penalaran logis, tetapi dapat diterapkan pada
perkembangan social, karena pengalaman-pengalaman penting bagi terjadinya
perkembangan.
Meurut Wina Sanjaya (2007 : 234 -
236) ada enam tahapan yang harus dilakukan dalam model pembelajaran pertumbuhan
kognitif yaitu :
a) Tahap orientasi
Pada tahap ini guru
mengkondisikan siswa pada posisi siap untuk melakukan pembelajaran. Tahap
orientasi dilakukan dengan, pertama, penjelasan tujuan yang harus
dicapai baik tujuan yang berhubungan dengan penguasaan materi pelajaran yang
harus dicapai, maupun tujuan yang berhubungan dengan proses pembelajaran atau
kemampuan berpikir yang harus dimiliki siswa. Kedua, penjelasan proses pembelajaran
yang harus dilakukan siswa, yaitu penjelasan tentang apa yang harus dilakukan
siswa dalam setiap tahapan proses pembelajaran.
b) Tahap pelacakan
Tahap pelacakan adalah tahap
penjajakan untuk memahami pengalaman dan kemampuan dasar siswa sesuai dengan
tema atau pokok persoalan yang akan dibicarakan. Melalui tahapan ini guru
mengembangkan dialog dan tanya jawab untuk mengungkap pengalaman apa saja yang telah dimiliki siswa yang dianggap relevan dengan
tema yang akan dikaji.
c) Tahap konfrontasi
Tahap konfrontasi adalah tahapan
penyajian persoalan yang harus dipecahkan sesuai dengan tingkat kemampuan dan
pengalaman siswa. Untuk merangsang peningkatan kemampuan siswa pada tahapan ini
guru dapat memberikan persoalan-persoalan yang dilematis yang memerlukan jawaban atau jalan keluar. Pada tahap ini
guru harus dapat mengembangkan dialog agar siswa benar-benar memahami persoalan
yang harus dipecahkan.
d) Tahap inkuiri
Pada tahap ini siswa belajar
berpikir yang sesungguhnya. Melalui tahapan inkuri, siswa diajak untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Pada tahapan ini guru harus
memberikan ruang dan kesempatan untuk mengembangkan gagasan dalam upaya
pemecahan persoalan. Melalui berbagai tehnik bertanya guru harus dapat
menumbuhkan keberanian siswa agar mereka dapat menjelaskan, mengungkap fakta
sesuai dengan pengalamannya, memberikan argumentasi yang meyakinkan,
mengembangkan gagasan dan lain sebagainya.
e) Tahap akomodasi
Tahap akomodasi
adalah tahap pembentukan pengetahuan baru melalui proses penyimpulan. Pada
tahap ini siswa dituntut untuk dapat menemukan kata-kata kunci sesuai dengan
topik atau tema pembelajaran. Pada tahap ini melalui dialog, guru membimbing
agar siswa dapat menyimpulkan apa yang mereka temukan dan mereka pahami sekitar
topik yang dipermasalahkan.
f) Tahap transfer
Tahap transfer adalah tahapan
penyajian masalah baru yang sepadan dengan masalah yang disajikan. Tahap
transfer dimaksudkan sebagai tahapan agar siswa mampu mentransfer kemampuan berpikir setiap siswa untuk memecahkan masalah-masalah baru.
Pada tahap ini guru dapat memberikan tugas-tugas yang sesuai dengan topik
pembahasan
6. Advanced Organizer
Model ini dipelopori oleh david ausubel, yang dimana
untuk menerapkan konsepsi tentang struktur kognitif dalam merancang
pembelajaran sehingga bisa meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari
informasi yang baru.
Menurut Aunurrahman (2012: 160) Advanced organizer
dalam proses pembelajaran memiliki tiga tahap, yaitu sebagai berikut.
a) Tahap pertama
1) Menjelaskan tujuan pembelajaran;
2) Menjelaskan panduan pembelajaran;
3) Menumbuhkan kesadaran pengetahuan dan
pengalaman siswa yang relevan;
Pada tahap ini dilakukan agar menarik minat peserta didik dan agar
pemikiran dan aktivitas yang mereka lakukan berorientasi pada tujuan
pembelajaran.
b) Tahap kedua
1) Menjelaskan materi pembelajaran;
2) Menbangkitkan perhatian siswa;
3) Mengatur secara eksplisit tugas-tugas;
Pada tahap ini, bagaimana guru mempertahankan perhatian siswa yang sudah
tumbuh melalui kegiatan tahap pertama agar mereka dapat memahami arah kegiatan
secara jelas.
c) Tahap ketiga
1) Menggunakan prinsip-prinsip secara
terintegrasi;
2) Meningkatkan keaktivitas pembelajaran;
3) Mengembangkan pendekatan-pendekatan kritis
guna memperjelas materi pembelajaran.
7. Memorisasi
Model ini digunakan agar peserta didik mampu
mengembangkan kemampuannya dalam menyerap dan megintegrasikan informasi
sehingga siswa-siswa dapat mengingat informasi yang telah diterima dan dapat
me-recall kembali pada saat yang diperlukan.
Menurut Aunurrahman (2012: 159) model pembelajaran
jenis ini dapat dilakukan melalui beberapa tahap berikut ini:
1. Mencermati materi,
yakni materi yang telah diberikan digarisbawahi bagian yang penting, memberi
tanda pada bagian yang diperlukan;
2. Mengembangkan
hubungan, yakni materi yang telah diberikan dicari hubungan antar materi yang
saling terkait, dengan menggunakan kata kunci, kata yang bergaris atau dengan
melingkarkan kata tertentu;
3. Mengembangkan sensori
image, dengan menggunakan teknik yang lucu atau mungkin dengan kata-kata yang berlebihan
sehingga lebih mudah diingat;
4. Melatih re-call
dengan memperhatikan tahapan sebelumnya dan hal ini harus dipelajari secara terus menerus.
3. Personal (The Personal Family Model)
Model personal dikembangkan dengan beberapa tujuan esensial:
1.
Untuk mengarahkan perkembangan dan kesehatan mental dan emosiaonal melalui
pengembangan rasa percaya diri dan pandangan realistik tentang dirinya, dengan
membangun rasa empati dirinya terhadap orang lain.
2.
Mengembangkan kesinambungan proses pendidikan beranjak dari kebutuhan dan
aspirasi siswa sendiri, menempatkan siswa sebagai partner di dalam menentukan
apa yang dia pelajari dan bagaimana dia mempelajarinya.
3.
Mengembangkan aspek-aspek khusus kemampuan berfikir kualitatif, seperti
kreativitas, ekspresi-ekspresi pribadi.
Yang trmasuk model pembelajaran ini adalah:
a. Model pembelajaran tanpa arahan (non directive teaching)
Adalah model yang berfokus pada
upaya memfasilitasi kegiatan pembelajaran. Model ini didasari pendapat bahwa siswa
memiliki tanggungjawab terhadap aktivitas belajarnya. Model ini prinsipnya
adalah meletakkan peran sebagai seorang guru untuk aktif membangun kerjasama
yang diperlukan dan memberikan bantuan yang di butuhkan pada saat para siswa
mencoba memecahkan masalah. Secara prinsip model ini digunakan dalam berbagai
cara:
Ø
Pertama, sebagai model dasar untuk
melaksanakan pendidikan secara keseluruhan.
Ø
Kedua, mengkombinasikan dengan model
pembelajaran yang lain untuk menjamin bahwa hubungan itu dibuat sendiri oleh
para siswa.
Ø
Ketiga, digunakan pada saat siswa
merencanakan kegiatan mandiri atau kelompok.
Ø
Keempat, dipakai secara periodik pada saat memberikan
penyuluhan kepada para siswa, menemukan apa yang mereka pikirkan dan rasakan
dan membantu merek memahami apa yang mereka lakukan.
Penerapan model pembelajaran ini lebih banyak
dilakukan dalam bentuk interview
tidak langsung yang dilakukan melalui beberapa urutan yang terbagi dalam enam
fase, yaitu:
Ø
Fase pertama, membantu siswa mendefinisikan situasi.
Ø
Fase kedua, menentukan masalah.
Ø
Fase ketiga, mengembangkan pemahaman/ pengertian siswa.
Ø
Fase keempat, merencanakan dan merumuskan keputusan.
Ø
Fase kelima, penerapan keseluruhan urutan fase di atas (integrasi).
Ø
Fase keenam, siswa melakukan bentuk tindakan-tindakan positif yang nyata dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Model pembelajaran untuk meningkatkan rasa
percaya diri (Enhancing Self Esteen)
Winataputra
(2005:6) mengemukakan selain dari model pembelajaran tanpa arahan sbagaimana
dikemukakan sebelumnya masih ada beberapa model lain yang juga diarahkan untuk
mendorong peningkatan integritas kepribadian, terutama rasa percaya diri siswa,
yaitu model sinektik, latihan kesadaran serta pertemuan kelas.
a)
Model latihan kesadaran (Ewarenes
Training Models)
Adalah model
pembelajaran yang diarahkan untuk memperluas kesadaran diri dan kemampuan untuk
merasa dan berpikir. Model ini berisikan rangkaian kegiatan yang dapat
mendorong timbulnya interaksi hubungan antar sesama individu, citra diri, rasa
ingin mencoba dan penampilan diri seseorang.
Dalam proses
pembelajaran, latihan kesadaran dimulai dengan mengatur siswa dengan berbagai
bentuk arahan dari guru. Siswa-siswa diharapkan terlibat langsung dalam
kegiatan/ aktivitas dan diskusi untuk mengidentifikasi berbagai reaksi-eaksi
emosional. Dengan tujuan utama adalah membuka berbagai kemungkinan tumbuhnya
kesadaran terhadap diri dan hubungan interpesonal.
b)
Model Pertemuan Kelas (classroom meeating)
Di dalam kelas model ini diwujudkan
selayaknya sebuah rapat atau pertemuan di mana kelompok bertangggungjawab untuk
membangun sistem sosial yang sesuai untuk melaksanakan tugas-tugas akademis
dengan mempertimbangkan unsur perbedaan perseorangan dengan tetap menghargai
tugas-tugas bersama dan hak-hak orang lain. adapun bentuk pertemuan kelas
yaitu:
a.
Pertemuan untuk memcahkan masalah sosial.
b.
Pertemuan yang tidak hanya terbatas bagi para siswa, di mana para siswa
terlibat dalam mendiskusikan berbagai masalah kehidupan.
c.
Pertemuan sebagaimana bentuk pertama dan kedua, namun para siswa terikat untuk
membahas sesuatu yang berkaitan dengan hal-hal yang sedang dipelajari di dalam
kelas.
4. Model Pembelajaran Sosial
Mengapa dikatakan model pembelajaran sosial? Karena
pendekatan pembelajaran yang termasuk dalam kategori model ini menekankan
hubungan individu dengan masyarakat atau orang lain. Model-model dalam kategori
ini difokuskan pada peningkatan kemampuan individu dalam berhubungan dengan
orang lain, terlibat dalam proses demokratis dan bekerja secara produktif dalam
masyarakat. Dalam hal ini, akan dipelajari 3 model pembelajaran yang termasuk
ke dalam pendekatan pembelajaran sosial, yaitu (1) model pembelajaran bermain
peran, (2) model pembelajaran simulasi sosial, dan (3) model pembelajaran telaah
atau kajian yurisprudensi.
.
Model Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing)
model role playing (bermain
peran) adalah model pembelajaran dengan cara memberikan peran-peran
tertentu kepada peserta didik dan mendramatisasikan peran tersebut kedalam
sebuah pentas. Bermain peran (role playing) adalah salah satu model
pembelajaran interaksi sosial yang menyediakan kesempatan kepada murid untuk
melakukan kegiatan-kegiatan belajar secara aktif dengan personalisasi.[10] Oleh
karena itu, bentuk pengajaran role playing memberikan pada murid
seperangkat/serangkaian situasi-situasi belajar dalam bentuk keterlibatan
pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru. Selain itu, role playing
sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar
membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang
lain saat menggunakan bahasa tutur.
Model pembelajaran bermain peran (role playing) dibuat
berdasarkan asumsi bahwa sangatlah mungkin menciptakan analogi otentik ke dalam
suatu situasi permasalahan kehidupan nyata, bermain peran dapat mendorong murid
mengekspresikan perasaannya dan bahkan melepaskannya, dan bahwa proses
psikologis melibatkan sikap, nilai dan keyakinan kita serta mengarahkan pada
kesadaran melalui keterlibatan spontan yang disertai analisis.[11]
Model role playing dapat membimbing anak didik
untuk memahami prilaku dan peran mereka dalam interaksi sosial, agar mampu
memecahkan masalah-masalah dengan lebih efektif. Role playing dirancang
secara husus oleh Fannie dan George Shaftel untuk membantu anak
didik mempelajari dan merefleksikan nilai-nilai sosial, membantu mereka
mengumpulkan dan mengolah informasi, mengembangkan empati dan memperbaiki
keterampilan sosial mereka. Dengan penyesuaian yang cocok, model ini dapat
diterapkan pada siswa di seluruh tingkat umur.[12]
Berdasarkan beberapa pengertian di
atas maka dapat disintesiskan bahwa model role playing adalah model
bermain peran dengan cara memberikan peran-peran tertentu atau serangkaian
situasi-situasi belajar kepada murid dalam bentuk keterlibatan pengalaman
sesungguhnya yang dirancang oleh guru dan didramatisasikan peran tersebut
kedalam sebuah pentas.
Langkah-langkah yang harus dilakukan
dalam model pembelajaran bermain peran menurut Suherman adalah:[13]
1) Menyiapkan skenario pembelajaran
2) Menunjuk beberapa murid untuk mempelajari skenario
tersebut
3) Pembentukan kelompok murid
4) Penyampaian kompetensi
5) Menunjuk murid untuk melakonkan skenario yang telah
dipelajarinya
6) Kelompok murid membahas peran yang dilakukan oleh pelaku.
7) Presentasi hasil kelompok
8) Bimbingan penyimpulan dan refleksi.
Sedangkan menurut Hamzah B.Uno, Prosedur bermain
peran terdiri atas sembilan langkah, yaitu: (1) persiapan/pemanasan, (2)
memilih partisipan, (3) menyiapkan pengamat (observer), (4) menata panggung
atau tempat bermain peran, (5) memainkan peran, (6) diskusi dan evaluasi, (7)
memainkan peran ulang, (8) diskusi dan evaluasi kedua, dan (9) berbagi
pengalaman dan kesimpulan.[14]
Manfaat yang dapat diambil dari model role
playing adalah:[15]
1. Role playing dapat memberikan
semacam hidden practise, dimana murid tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan
atau istilah-istilah baku dan normatif terhadap materi yang telah dan sedang
mereka pelajari
2. Role playing
melibatkan jumlah murid yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar.
3. Role playing dapat
memberikan kepada murid kesenangan karena role playing pada dasarnya adalah
permainan. Dengan bermain murid akan merasa senang karena bermain adalah dunia
murid. Masuklah ke dunia murid, sambil kita antarkan dunia kita
2.
Model Pembelajaran simulasi sosial
Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya pura- pura atau berbuat
seolah- olah. Kata simulation artinya tiruan atau perbuatan yang pura- pura.
Dengan demikian, simulasi dalam metode pembelajaran dimaksudkan sebagai cara
untuk menjelaskan sesuatu (bahan pelajaran) melalui perbuatan yang bersifat
pura- pura atau melalui proses tingkah laku lak imitasi. Atau bermain peran
mengenai tingkah laku yang dilakukan seolah- olah dalam keadaan yang sebenarnya.[16]
Simulasi merupakan suatu metode pembelajaran praktek interaktif yang
melibatkan penciptaan situasi atau ruang belajar dalam suatu program
pelatihan.Tujuan dari simulasi adalah untuk memunculkan pengalaman pembelajaran
selama mengikuti program pelatihan. Metode ini mirip dengan permainan peran,
tetapi dalam simulasi, peserta peserta lebih banyak berperan sebagai dirinya
sendiri saat melakukan kegiatan. Misalnya: sebelum melakukan praktek
penerbangan, seorang siswa sekolah penerbangan melakukan simulasi penerbangan
terlebih dahulu (belum benar-benar terbang).
Metode simulasi telah diterapkan dalam pendidikan lebih dari tiga puluh
tahun. Pelopornya adalah Sarene Boocock dan Harold Guetzkow. Walaupun model
simulasi bukan dari disiplin ilmu pendidikan, tetapi merupakan penerapan dari
prinsip sibernetik, suatu cabang dari psikologi sibernetik yaitu suatu study
perbandingan antara mekanisme kontrol manusia (biologis) dengan sistem elektro
mekanik, seperti komputer. Jadi, berdasarkan teori sibernetika ahli psikologi
menganalogikan mekanisme kerja manusia seperti mekanisme mesin elektronik.
Menganggap siswa (pembelajar) sebagai suatu sistem yang dapat mengendalikan
umpan balik sendiri (self regulated feedback). Sistem kendali umpan balik ini,
baik manusia maupun mesin mempunyai tiga fungsi, yaitu (1) menghasilkan
gerakan/ tindakan sistem terhadap target yang diinginkan, (2)membandingkan
dampak dari tindakannya tersebut, (3) memanfaatkan kesalahan (error) untuk
mengarahkan kembali ke jalur yang seharusnya. [17]
Prosedur Pembelajaranproses simulasi tergantung pada peran
guru/fasilitator. Ada empat prinsip yang harus dipegang oleh fasilitator/guru.
Pertama adalah penjelasan. Untuk melakukan simulasi, pemain harus benar- benar
memahimi aturan mainnya, oleh karena itu sebelum permainan dimulai, guru/
fasilitator harus menjelaskan tentang aturan permainan dalam simulasi. Kedua
adalah mengawasi (refeereing). Simulasi dirancang untuk tujuan tertentu dengan
aturan dan prosedur permainan tertentu. Oleh karena itu, fasilitator harus
mengawasi jalannya permainan agar dapat berjalan sesuai dengan ketentuan.
Ketiga adalah melatih (Coaching). Dalam simulasi, pemain akan melakukan
kesalahan. Oleh karena itu, fasilitator harus memberikan bimbingan, saran dan
petunjuk agar pemain tidak mengulangi kesalahan yang sama. Keempat adalah
diskusi. Dalam simulasi, refleksi menjadi bagian yang penting. Oleh karena itu,
setelah simulasi selesai, fasilitator harus mendiskusikan beberapa hal antara
lain: kesulitan- kesulitan, hikmah yang bisa diambil, bagaimana memperbaiki
kekurangan simulasi dan sebagainya.[18]
Dalam permainan simulasi, yang harus dilakukan oleh guru adalah: (1)
Mempersiapkan siswa yang menjadi pemeran simulasi, (2) Menyusun skenario dengan
memperkenalkan siswa terhadap aturan, peran, prosedur, pemberian skor (nilai),
tujuan permainan dan lain- lain. Guru menunjuk siswa untuk memegang peran-
peran tertentu dan menguji cobakan simulasi untuk memastikan bahwa seluruh
siswa memahami aturan main simulasi tersebut, (3) Melaksanakan simulasi, siswa
berpartisipasi dalam permainan simulasi dan guru melakukan peranannya
sebagimana mestinya.[19]
Dalam simulasi, pemain/peserta akan mengalami kesalahan. Oleh karena itu
guru/fasilitator harus memberikan saran, petunjuk atau arahan sehingga
memungkinkan mereka tidak melakukan kesalahan yang, sama. Dan keempat adalah
diskusi.
Kaitannya dengan kelompok model pembelajaran, simulasi diarahkan pada model
pembelajaran sosial. Simulasi sosial adalah simulasi yang dimaksudkan mengajak
peserta melalui suatu pengalaman yang berkaitan dengan persoalan-persoalan
sosial. Menurut pengalaman sejumlah guru, metode simulasi dalam konteks model
pembelajaran sosial sangat efektif digunakan jika guru menghendaki agar siswa
menemukan makna diri (jati diri) di dalam dunia sosial dan memecahkan dilema
dengan bantuan kelompok. Jenis model pembelajaran sosial misalnya melalui
bermain peran dan atau simulasi. Dalam bermain peran, siswa belajar menggunakan
konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan perilaku
dirinya dan perilaku orang lain. Fungsi model pembelajaran sosial adalah (1)
untuk menggali perasaan siswa, (2) memperoleh inspirasi dan pemahaman yang
berpengaruh terhadap sikap, nilai dan persepsi, (3) mengembangkan keterampilan
dan sikap dalam memecahkan masalah, dan (4) mendalami mata pelajaran dengan
berbagai cara.
Aplikasipermainan simulasi dapat merangsang berbagai bentuk belajar,
seperti belajar tentang persaingan (kompetisi), kerja sama, empati, sistem
sosial, konsep, keterampilan, kemampuan berpikir kritis, pengambilan keputusan
dan lain-lain. Namun demikian, model simulasi agak berbeda dengan model-model
lain. Model ini agak rumit, tergantung pada pengembangan simulasi yang tepat,
baik yang melibatkan peneliti, pengembang, (sistem analis, programer dan
lain-lain), perusahaan komersial, guru atau kelompok guru dan lain-lain. Dewasa
ini, dengan semakin majunya teknologi komunikasi dan informasi, seperti
komputer dan multimedia, telah banyak permainan simulasi dihasilkan untuk
berbagai kebutuhan yang mencakup berbagai topik dari berbagai disiplin ilmu
(mata pelajaran)[20]
3. Model Pembelajaran Telaah Yurisprudensi
Model ini dirancang untuk siswa
dalam studi sosial dan menyiratkan metode kasus sebuah studi, mengingatkan
pendidikan hukum. Studi kasus yang melibatkan masalah sosial di daerah-daerah
di mana kebijakan publik harus dilakukan (keadilan dan kesetaraan, kemiskinan
dan kekuasaan dll) Mereka dituntun untuk mengidentifikasi kebijakan publik
isu-isu serta pilihan yang tersedia untuk berhubungan dengan mereka dan
nilai-nilai yang mendasari orang-orang pilihan. Model ini dapat digunakan di
daerah manapun di mana ada isu-isu kebijakan publik, karena etika misalnya
dalam ilmu pengetahuan, bisnis dan olahraga dan lain-lain.
Model ini didasarkan pada konsepsi
masyarakat di mana orang berbeda pandangan dan prioritas dan nilai-nilai sosial
yang sah bertentangan satu dengan lainnya. Menyelesaikan kompleks, isu-isu
kontroversial dalam konteks tatanan sosial yang produktif membutuhkan warga
negara yang dapat berbicara satu sama lain dan berhasil bernegosiasi tentang
perbedaan mereka.permasalahan daerah
umum, masalah ras dan etnis, konflikkeagamaan dan ideologis,
konflikkeamanan individu, konflik antara kelompok-kelompok ekonomi, kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan keamanan
bangsa.
Sintaks Model yurisprudensi:
1. Orientasi untuk kasus
2. Mengidentifikasi masalah
3. Mengambil posisi
4. Menjelajahi sikap yang mendasari posisi
yang diambil
5. Refining dan kualifikasi posisi
6. Pengujian asumsi tentang fakta, definisi,
dan konsekuensi.
Reaksi dari model Yurisprudensi
adalah:
1.
Mempertahankan iklim intelektual yang kuat di
mana semua pandangan dihormati; menghindari evaluasi langsung pendapat siswa.
2.
Lihat bahwa isu-isu yang benar-benar
dieksplorasi
3.
Substansi berpikir siswa melalui pertanyaan
relevansi, konsistensi, spesifisitas, umum, kejelasan definisi, dan
kontinuitas.
Pengajaran Model yurisprudensi Menjaga gaya dialektis; gunakan dialog
konfrontatif, mempertanyakan asumsi siswa dan menggunakan contoh yang spesifik
(analogi) untuk lebih berfariasi dengan laporan yang umum.
hindari mengambil sikap keras kepala. konteks untuk mengeksplorasi situasi dari peristiwa sejarah untuk menjelajahi adanya nilai hukum.
hindari mengambil sikap keras kepala. konteks untuk mengeksplorasi situasi dari peristiwa sejarah untuk menjelajahi adanya nilai hukum.
Peran guru selama latihan ini sangatlah penting. Siswa sebagai peneliti,
juga mendiskusikan, dan berdebat, guru harus mendorong siswa untuk melibatkan
diri ke satu sisi masalah ini, tapi akan mendukung jika mereka berubah pikiran
ketika dihadapkan dengan bukti baru, dan mendorong mereka untuk
mempertimbangkan sudut pandang lain. Pada tiap saat, guru harus tetap netral
terhadap masalah ini, mendorong diferensiasi posisi, dan mempromosikan sintesis
dari posisi yang berbeda yang disajikan di depan kelas.
Aplikasi Akhir dari model ini adalah fase yang paling penting. Dalam fase
ini bahwa siswa mengambil apa yang telah dipelajari dan menerapkannya ke
lingkungan mereka. Siswa harus mampu melihat nilai dalam ilmu yang telah mereka
pelajari dan melihat bahwa dengan pengetahuan ini mereka dapat memiliki dampak
yang muncul.
Langkah pertama dari proses ini adalah untuk setiap siswa mengusulkan
sebuah rencana aksi secara keseluruhan dengan resolusi. Beberapa cara siswa
telah menerapkan apa yang telah mereka pelajari dan menjadi terlibat dalam
kegiatan masyarakat meliputi:
1.
Menulis surat kepada dewan kota, perwakilan
negara, negara senator, gubernur, atau walikota.
2.
Terkemuka atau berpartisipasi dalam kegiatan
seperti pembersihan masyarakat, kegiatan daur ulang, atau petition drives.
3.
Menghadiri pertemuan atau rapat dewan kota
lingkungan lokal.
Apa pun tindakan siswa mengambil harus dinilai dalam keterangan laporan rencana aksi mereka.
Apa pun tindakan siswa mengambil harus dinilai dalam keterangan laporan rencana aksi mereka.
Kunci untuk model instruksi adalah bahwa siswa mendapat kesempatan untuk
menerapkan keterampilan penyidikan dan strategi tindakan untuk masyarakat
dimana mereka tinggal.
Kesimpulan
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa model-model
pembelajaran merupakan kerangka konseptual sedangkan strategi lebih menekankan
pada penerapannya di
kelas sehingga model-model pembelajaran dapat digunakan sebagai acuan pada
kegiatan perancangan kegiatan yang sistematik dalam mengkomunikasikan isi
pelajaran kepada siswa.
Bukti Kegiatan
Daftar pustaka
[1]Gunter, M.
A., Estes, T. H., & Schwab, J. H. 1990. Instruction: A models
approach.
Boston: Allyn and Bacon. hl. 67
[3]Burden, P.
R., & Byrd, D. M. 1996. Method for effective teaching, second
edition. Boston: Allyn and Bacon. h. 85
[4]Hamzah B.
Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang
Kreatif dan Efektif, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012) h. 25
[5]Elizabeth B
Hurlock, 1978, Perkembangan Anak, (terj.Med Meitasari Tjandrasa
& Muslichah Zarkasi), Jakarta: Glora Aksara Pratama, h. 256.
[12]Bruce Joice
& Marsha Weil, Models of Teaching, Terj. Achmad Fawaid dan Ateilla
Mirza, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 36
[13]Suherman, E. 2009. Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi
KompetensiMurid. Educare; Jurnal Pendidikan dan Budaya. ISSN
1412-579x, (Online) http://educare.e-fkipunla.net, (diakses tanggal
20-09-2014), h. 7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar