Selasa, 01 November 2016

Dessy Jelis Carzela 15.21.0034

MODEL PEMBELAJARAN

Oleh
DESSY JELIS CARZELA
PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
Desicarzela@gmail.com

          makalah ini membahas tentang model pembelajaran sosial, ciri model pembelajaran, teori model pembelajaran, model bermain peran (role playing), model simulasi sosial, telaah yurisprudensi

   

Model pembelajaran dapat diartikan dengan istilah sebagai gaya atau strategi yang dilakukan oleh seorang guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. dalam penerapannya itu gaya yang dilakukan tersebut mencakup beberapa hal strategi atau prosedur agar tujuan yang ingin dikehendaki dapat tercapai. Banyak para ahli pendidikan mengungkapkan berbagai pendapatnya menganai pengertian model pembelajaran.
      Model pembelajaran tidak terlepas dari kata strategi atau model pembelajaran identik dengan istilah strategi. model pembelajaran dan strategi merupakan satu yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya harus beriringan, sejalan, dan saling mempengaruhi. Istilah strategi itu sendiri dapat diuraikan sebagai taktik atau sesuatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien. Selain itu strategi dalam pembelajaran dapat didevinisikan sebagai suatu perangkat materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama, terpadu untuk menciptakan hasil belajar yang diinginkan guru pada siswa. agar tujuan pendidikan yang telah disusun dapat secara optimal tercapai, maka perlu suatu metodeyang diterapkan untukmerealisasikanstrategi yangtelahditetapkan tersebut.










Pendahuluan
A.Latar belakang
“mencari ilmu adalah  diwajibkan bagi setiap muslim laki-laki dan wanita dari mulai lahir sampai ke liang lahat.” “mencari ilmu adalah  diwajibkan bagi setiap muslim laki-laki dan wanita dari mulai lahir sampai ke liang lahat.”
Dalam kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari berbagai variabel pokok yang saling berkaitan yaitu kurikulum, guru/pendidik, pembelajaran, peserta. Dimana semua komponen ini bertujuan untuk kepentingan peserta. Berdasarkan hal tersebut pendidik dituntut harus mampu menggunakan berbagai model pembelajaran agar peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar. Hal ini dilatar belakangi bahwa peserta didik bukan hanya sebagai objek tetapi juga merupakan subjek dalam pembelajaran. Peserta didik harus disiapkan sejak awal untuk mampu bersosialisasi dengan lingkungannya sehingga berbagai jenis model pembelajaran yang dapat digunakan oleh pendidik.Model-model pembelajaran sosial merupakan pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan di kelas dengan melibatkan peserta didik secara penuh (student center) sehingga peserta didik memperoleh pengalaman dalam menuju kedewasaan, peserta dapat melatih kemandirian, peserta didik dapat belajar dari lingkungan kehidupannya.
Dalam proses pembelajaran, guru dan peserta didik sering dihadapkan pada berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang menyangkut hubungan sosial. Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui diskusi kelas, tanya jawab antara guru dan peserta didik, penemuan dan inkuiri. Konsep yang dipakai sebagai upaya pemecahan permasalahan itulah yang dimaksud dengan model pembelajaran.
Model Pembelajaran adalah an instructional model is a step-by-step procedure that leads to specific learning outcomes.[1] (model pembelajaran adalah prosedurlangkah-demi-langkah yang mengarah ke hasil belajar yang spesifik). Joyce & Weil (1980) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran. Dengan demikian, model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Jadi model pembelajaran cenderung preskriptif (dalam mencapai tujuan), yang relatif sulit dibedakan dengan strategi pembelajaran.[2] Dan strategi pembelajaran adalah An instructional strategy is a method for delivering instruction that is intended to help students achieve a learning objective.[3](Strategi pembelajaran adalah metode untuk memberikan instruksi yang dimaksudkan untuk membantu siswa mencapai tujuanpembelajaran). Memahami beberapa pernyataan di atas betapa perlu dan penting model pembelajaran dihadirkan dalam proses pembelajaran agar situasi dan kondisi pemebelajaran menjadi baik dan terarah.
Banyak model pembelajaran yang dapat dipakai oleh seorang guru untuk menunjang kegiatan pembelajaran untuk menjadi lebih baik, dan jika seorang guru dapat memanfaatkan media, sumber atau literatur tentang permodelan dalam pembelajaran tersebut, maka guru akan menjadi profesional dalam menjalankan tugasnya. Satu contoh model yang dapat digunakan adalah model pembelajaran sosial. Mengapa dikatakan model pembelajaran sosial? “Karena pendekatan pembelajaran yang termasuk dalam kategori model ini menekankan hubungan individu dengan masyarakat atau orang lain. Model-model dalam kategori ini difokuskan pada peningkatan kemampuan individu dalam berhubungan dengan orang lain, terlibat dalam proses demokratis dan bekerja secara produktif dalam masyarakat”[4] Dengan demikian siswa dalam proses belajar akan memasuki nuansa sebenarnya dimana problem sosial yang mungkin saja dihadapinya setiap hari. Dalam proses pembelajaran itu siswa mencoba mengatasi sendiri permasalahan-permasalahannya dengan baik.
Satu sisi dari eksistensi manusia itu adalah sebagai makhluk sosial, maka menjadi sangat penting bila anak-anak itu diajarkan sedini mungkin pada pola kehidupan sosial. Bahkan Elizabeth B. Hurlock mengungkapkan bahwa “ karena pola perilaku sosial atau perilaku yang tidak sosial dibina pada masa kanak-kanak awal atau masa pembentukan, maka pengalaman sosial itu sangat menentukan kepribadian setelah anak menjadi dewasa”.[5] Untuk itu model pembelajaran sosial ini menitik beratkan terhadap tingkah laku anak pada peran, simulasi dan tanggap serta dapat mengatasi problem-problem sosial yang dialami anak dengan baik.
Untuk lebih jelas tentang apa sajakah yang tergolong dalam model pembelajaran sosial ini, penulis akan merujuk pada konsep Hamzah B. Uno dalam bukunya model pembelajaran, beliau membaginya menjadi 3 model pembelajaran sosial, yaitu (1) model pembelajaran bermain peran, (2) model pembelajaran simulasi sosial dan (3) model pembelajaran telaah kajian yurisprudensi.[6] Ketiga model inilah yang akan di bahas dalam makalah ini.




B.  Rumusan Masalah
Dari uraian pendahuluan di atas, maka makalah tentang model pembelajaran sosial ini akan membahas tentang hal-hal sebagai berikut:
1.    Apa dan bagaimana proses pelaksanaaan model pembelajaran bermain peran?
2.    Apa dan bagaimana proses pelaksanaaan model pembelajaran simulasi sosial?
3.    Apa dan bagaimana proses pelaksanaaan model pembelajaran telaah yurisprudensi?





















Pembahasan

A.    Definisi Model Pembelajaran
Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Jadi, sebenarnya model pembelajaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan, strategi atau metode pembelajaran. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagaimacam model pembelajaran, dari yang sederhana sampai model yang agak kompleks dan rumit karena memerlukan banyak alat bantu dalam penerapannya.[7]
Ciri-ciri Model Pembelajaran
Ada beberapa ciri-ciri model pembelajaran secara khusus diantaranya adalah:[8]
1.        Rasional teoritik yang logis yangdisusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
2.        Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar.
3.        Tingkah laku mengajar yang diperlukanagar model tersebut dapat dilaksanakandengan berhasil.
4.        Lingkungan belajar yang duperlukanagar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

 B. Teori Model Pembelajaran menurut para ahli:[9]
1.   Model pembelajaran menurut Kardi dan Nur ada lima model pembelajaran yang dapat digunakan dalam mengelola pembelajaran, yaitu: pembelajaran langsung; pembelajaran kooperatif; pembelajaran berdasarkan masalah; diskusi; dan learning strategi.
2.   Menurut Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega (1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
3.   Menurut E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran yang dianggap sesuai dengan tuntutan Kurikukum Berbasis Kompetensi; yaitu : (1) Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning); (2) Bermain Peran (Role Playing); (3) Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning); (4) Belajar Tuntas (Mastery Learning); dan (5) Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction).
4.   Menurut Joyce dan Weil (1986: 14-15) mengemukakan bahwa setiap model belajar mengajar atau model pembelajaran harus memiliki empat unsur berikut.
a.       Sintak (syntax) yang merupakan fase-fase (phasing) dari model yang menjelaskan model tersebut dalam pelaksanaannya secara nyata (Joyce dan Weil, 1986:14). Contohnya, bagaimana kegiatan pendahuluan pada proses pembelajaran dilakukan? Apa yang akan terjadi berikutnya?
b.      Sistem sosial (the social system) yang menunjukkan peran dan hubungan guru dan siswa selama proses pembelajaran. Kepemimpinan guru sangatlah bervariasi pada satu model dengan model lainnya. Pada satu model, guru berperan sebagai fasilitator namun pada model yang lain guru berperan sebagai sumber ilmu pengetahuan.
c.       Prinsip reaksi (principles of reaction) yang menunjukkan bagaimana guru memperlakukan siswa dan bagaimana pula ia merespon terhadap apa yang dilakukan siswanya. Pada satu model, guru memberi ganjaran atas sesuatu yang sudah dilakukan siswa dengan baik, namun pada model yang lain guru bersikap tidak memberikan penilaian terhadap siswanya, terutama untuk halhal yang berkait dengan kreativitas.
d.      Sistem pendukung (support system) yang menunjukkan segala sarana, bahan, dan alat yang dapat digunakan untuk mendukung model tersebut.
5.   Menurut teori Soekamto dan Winataputra (1995:78) mendefinisikan ‘model pembelajaran’ sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.











1.     Sistem Perilaku (The Behavioral System Fammily)
Model behavioral pada mulanya dikembangkan pada eksperiment terhadap kondisi yang bersifat klasikal oleh Pavlov, kemudian dikebangkan oleh Thorndike dalam bentuk system raward di dalam pembelajaran. Model ini memusatkan pada perilaku yang teramati (terobservasi). Model pembelajaran ini mementingkan penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan manipulasi penguatan tingkah laku secara efektif sehingga terbentuk pola tingkah laku yang dikehendaki. Model pembelajaran ini terbagi atas beberapa macam, yaitu:
1.      Belajar tuntas (Mastery Learning)
Pada prinsipnya belajar tuntas adalah suatu proses aktivitas proses pembelajaran yang bertujuan agar bahan ajar dapat dikuasai secara tuntas oleh siswa. Untuk memahami bagaimana bentuk dan karakteristik belajar tuntas dapat diketahui dari beberapa ciri berikut:
         Setiap tujuan pembelajaran dinyatakan secara jelas, terukur dan memuat apa yang harus siswa-siswa lakukan.
         Tujuan-tujuan pembelajaran harus dikelompokkan.
         Tujuan pembelajaran harus merupakan pilihan tindakan yang benar-benar dan mungkin dapat dilakukan, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi akibat proses pembelajaran benar-benar dapat diukur.
         Tujuan pembelajaran harus menggambarkan kebermaknaan urutan atau unit.
Ciri-ciri belajar tuntas menurut Sumantri dan Permana (1998/ 199:99), diantaranya:
         Pembelajaran didasarkan atas tujuan-tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu.
   Pembelajaran sangat memperhatikan perbedaan-perbedaan individu terutama dalam hal kemampuan dan kecepatan belajarnya.
         Evaluasi dilakukan secara kontinyu agar guru dan siswa segera mendapat balikan.

2.      Pengajaran Langsung (Direct Instruction)
Pembelajaran langsung merupakan suatu model pembelajaran dimana kegiatannya terfokus pada aktivitas-aktivitas akademik. Tujuan utama model pembelajaran langsung adalah untuk memaksimalkan penggunaan waktu belajar siswa (Joyce, Weil dan Calhoun, 2000:38). Dampak keterampilan, meningkatnya kemampuan siswa. Dampak pengiring meningkatnya percaya diri siswa.

3.      Simulasi (Simulation)
Simulasi sebagai salah satu model pembelajaran merupakan penerapan dari prinsip sibernetik sebagai salah satu cabang psikologi. Para ahli sibernetik menganalogikan manusia dengan mesin yang memiliki sistem kendali yang mampu membangkitkan gerakan dan mengendalikan diri sendiri.
Untuk mencapai hasil yang diharapkan pengembangan model simulasi ini dilakukan melalui beberapa tahap berikut:
Ø      Tahap orientasi:
         Menyajikan berbagai topik simulasi dan konsep-konsep yang akan diintegrasikan dalam simulasi.
         Menjelaskan prinsip-prinsip simulasi dan permainan.
         Memberikan gambaran teknis tentang pelaksanaan simulasi.
Ø      Tahap latihan peserta:
         Merancang skenario
         Melakukan percobaan singkat suatu episode.
Ø      Tahap proses simulasi:
         Melaksanakan aktivitas permainan dan pengaturan kegiatan.
         Memperoleh balikan dan evaluasi terhadap performance dan hasil pengalaman.
         Melakukan klarifikasi terhadap kekeliruan konsepsi.
         Melanjutkan kegiatan simulasi.
Ø      Tahap pemantapan:
         Membuat ringkasan terhadap peristiwa-peristiwa yang diamati dan persepsi-persepsi yang berkembang selama simulasi.
   Membuat ringkasan tentang kesulitan atau kendala-kendala yang dihadapi dalam simulasi.
         Menganalisis proses simulasi.
         Membandingkan aktivitas simulasi dengan kenyataan sesungguhnya.
         Menghubungkan proses simulasi dengan isi pengajaran.
    Menilai dan merancang kembali simulasi mengacu pada catatan-catatan ringkasan serta analisis selama proses simulasi yang telah dilakukan



2.   Pemprosesan Informasi

Menurut surya (2004) dalam syaiful sagalas (2012: 74) memiliki beberapa rumpun model pemrosesan informasi, yaitu: (1) model berpikir induktif, (2) Model latihan inkuiri, (3) inkuiri ilmiah, (4) penemuan konsep, (5) pertumbuhan konsep, (6) Model piñata lanjutan, (7) memori.
Macam-macam model pemrosesan informasi di atas akan dibahas secara lengkap sebagai berikut.
1.      Berpikir induktif
Model ini merupakan karya besar Hilda taba. Ia juga termasuk salah satu pencetus model pengembangan kurikulum yang bernama model pengembangan kurikulum Hilda taba. Model berpikir induktif ini beranggapan bahwa kemampuan berpikir seseorang itu tidak dengan sendirinya berkembang dengan baik jika proses pembelajaran dikembangkan tanpa memperhatikan kesesuaian dengan kebutuhan berpikir seseorang. Kemampuan berpikir harus diajarkan melalui pendekatan khusus yang memungkin peserta didik terampil dalam berpikir.
Model berpikir induktif ini merupakan suatu strategi mengajar yang dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik mengubah informasi. Kemudian model ini dikembangkan atas dasar, (1) kemampuan berpikir dapat diajarkan, (2) berpikir merupakan suatu transaksi aktif antara individu dengan data, dan (3) proses berpikir merupakan suatu urutan tahapan yang beraturan.
Model berpikir induktif dilaksanakan dalam lima langkah, yaitu:
1.      Membuat unit-unit percobaan (producing pilot units);
2.      Menguji unit-unit eksperimen (testing experimental units) menguji ulang unit-unit yang telah digunakan oleh guru dikelas itu sendiri, kelas lain atau kelas yang berbeda;
3.      Merevisi dan mengkonsolidasi yaitu mengadakan perbaikan dan penyempurnaan pada unit yang dicobakan;
4.      Mengebangkan jaringan kerja untuk lebih meyakinkah apakah unit-unit yang telah direvisi dan konsolidasi dapat digunakan lebih luas atau tidak;
5.      Memasang dan mendesiminasi unit-unit baru yang dihasilkan.

2.      Latihan inkuiri (inkuiri training)
Model latihan inkuiri dicetuskan oleh richard suchman. Menurutnya bahwa model ini digunakan untuk melatih peserta didik agar bisa melakukan penelitian, menjelaskan fenomena, dan memecahkan masalah secara alamiah (saiful sagalas, 2014: 76). Tujuan utama model ini adalah bagaimana agar peserta didik agar bisa memformulasikan masalah yang menarik, misterius, serta menantang agar peserta didik bisa berpikir ilmiah.
Kemudian menurut suchman dalam Uno (2009: 14) bahwa peserta didik: (1) secara alamiah manusia memiliki kecendrungan untuk selalu mencari tahu akan segala sesuatu yang menarik perhatiannya; (2) manusia akan menyadari rasa keingintahuan segala sesuatu tersebut dan akan belajar untuk mengalisis strategi berpikirnya; (3) srtategi baru dapat diajarkan secara langsung dan ditambahkan atau digabungkan dengan strategi lama yang telah dimiliki oleh peserta didik; (4) penelitian kooperatif dapat memperkaya kemampuan berpikir dan membantu peserta didik belajar tentang suatu ilmu yang senantiasa bersifat tentative dan belajar menghargai penjelasan atau solusi alternative.
Kemudian menurut Anurrahman (2012: 162) menjelaskan bahwa model ini dikembangkan melalui beberapa langkah, yakni sebagai berikut.
a)      Mempertentangkan suatu masalah (dalam hal ini guru menjelaskan prosedur inquiri dan menjelaskan peristiwa-peristiwa yang bertentangan);
b)      Siswa melakukan pengumpulan data serta melakukan klarifikasi;
c)      Siswa melakukan pengujian hipotesis;
d)     Siswa mengorganisasikan data memberikan penjelasan;
e)      Siswa melakukan analisis strategi inquiri dan mengembangkan secara lebih efektif.
3.      Inkuri ilmiah
Model inkuri ilmiah ini dipelopori oleh Josep J. Schwab. Model Inkuiri Ilmiah bertujuan agar peserta didik agar bisa meneliti, menjelaskan fenomena dan memecahkan masalah secara ilmiah serta mengajarkan bagaimana cara melakukan pencarian dan perenungan tentang pilihan-pilihan dan alternative-alternatif yang harus dihadapi manakala memmikirkan makna pendidikan, hakikat sains, dan karakter pemikiran pendidikan.
Menurut Aunurrahaman (2012: 161) penggunaan model ini dalam proses pembelajaran dilakukan dalam beberapa tahap, yakni sebagai berikut.
a)      Menyajikan area dalam penelitian kepada siswa;
b)      Siswa merumuskan masalah;
c)      Siswa mengidentifikasi masalah di dalam kegiatan penelitian;
d)     Siswa menentukan cara-cara untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya.
Dalam penerapan model ini dalam pembelajaran dituntut agar terciptanya iklim kelas yang kooperatif. Dalam hal ini guru agar bisa membimbing terlaksananya proses inquiry dan mendorong siswa agar berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran.

4.      Model penemuan konsep
Model penemuan konsep ini dipelopori oleh Jerome Bruner. Model ini berangkat dari suatu pandangan bahwa lingkungan memiliki manusia yang beragam. Peserta didik harus bisa membedakan, mengkatagorikan, dan menamakan semua itu sehingga menemukan suatu konsep. Jadi model penemuan konsep adalah suatu pendekatan yang bertujuan membantu siswa memahami konsep tertentu. Model ini bisa diterapkan pada semua umur, mulai dari anak-anak sampai pada dewasa
Menurutnya bahwa belajar memiliki tiga proses, yaitu: (1) memperoleh informasi baru; (2) mentransformasi pengetahuan; (3) menguji relevansi dan ketepatan ilmu pengetahuan.
Menurut aunurrahman (2012: 158) bahwa model penemuan konsep merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk menata dan menyusun data sehingga konsep-konsep penting dapat dipelajari secara tepat dan efisien.
Dalam penerapan model ini dalam pembelajaran meliputi dalam tiga tahap, yakni sebagai berikut.
a)      Presentasi data dan identifikasi konsep, meliputi:
             1)      Guru mempresentasikan conto-contoh nama;
             2)      Siswa membandingkan ciri positif dan negative dari contoh yang dikemukakan;
             3)      Siswa menyimpulkan dan menguji hipotesis;
             4)      Siswa memberikan arti sesuai dengan ciri-ciri esensial;
b)      Menguji pencapaian konsep yang meliputi beberapa kegiatan, meliputi:
             1)      Siswa mengidentifikasi tambahan contoh yang tidak memiliki nama;
             2)      Guru mengkofirmasikan hipotesis, konsep nama dan definisi sesuai dengan ciri-ciri esensial.
c)      Menganalisis kemampuan berpikir strategis, meliputi:
            1)      Siswa mendeskripsikan pemikiran-pemikiran mereka;
            2)      Siswa mendiskusikan hipotesis dan atribut-atribut;
            3)      Siswa mendiskusikan bentuk dan jumlah hipotesis.
 
5.      Pertumbuhan kognitif
Model ini dipelopori oleh jean piaget dkk. Model ini menegaskan bahwa perkembangan kognitif sebagian besar dipengaruhi oleh manipulasi dan interaktif aktif peserta didik dengan lingkungannya dimana pengetahuan datang dari tindakannya. Melalui interaksi dengan lingkungan, struktur kognitif akan selalu berkembangan pengalaman dan berubah terus menerus selama interaksi itu belangsung. Cara ini akan membantu peserta didik agar meninmgkatkan pertumbuhan intelektualnya yang dimulai dari proses reflektif sampai pada peserta didik mampu memikirkan kejadian potensial dan secara mental mampu mengeksplorasi kemungkinan akibatnya.
Pada dasarnya model ini dirancang untuk meningkatkan perkembangan intelektual, penalaran logis, tetapi dapat diterapkan pada perkembangan social, karena pengalaman-pengalaman penting bagi terjadinya perkembangan.
Meurut Wina Sanjaya (2007 : 234 - 236) ada enam tahapan yang harus dilakukan dalam model pembelajaran pertumbuhan kognitif yaitu :
a)      Tahap orientasi
Pada tahap ini guru mengkondisikan siswa pada posisi siap untuk melakukan pembelajaran. Tahap orientasi dilakukan dengan, pertama, penjelasan tujuan yang harus dicapai baik tujuan yang berhubungan dengan penguasaan materi pelajaran yang harus dicapai, maupun tujuan yang berhubungan dengan proses pembelajaran atau kemampuan berpikir yang harus dimiliki siswa. Kedua, penjelasan proses pembelajaran yang harus dilakukan siswa, yaitu penjelasan tentang apa yang harus dilakukan siswa dalam setiap tahapan proses pembelajaran.

b)      Tahap pelacakan
Tahap pelacakan adalah tahap penjajakan untuk memahami pengalaman dan kemampuan dasar siswa sesuai dengan tema atau pokok persoalan yang akan dibicarakan. Melalui tahapan ini guru mengembangkan dialog dan tanya jawab untuk mengungkap pengalaman apa saja yang telah dimiliki siswa yang dianggap relevan dengan tema yang akan dikaji.
c)      Tahap konfrontasi
Tahap konfrontasi adalah tahapan penyajian persoalan yang harus dipecahkan sesuai dengan tingkat kemampuan dan pengalaman siswa. Untuk merangsang peningkatan kemampuan siswa pada tahapan ini guru dapat memberikan persoalan-persoalan yang dilematis yang memerlukan jawaban atau jalan keluar. Pada tahap ini guru harus dapat mengembangkan dialog agar siswa benar-benar memahami persoalan yang harus dipecahkan.
d)     Tahap inkuiri
Pada tahap ini siswa belajar berpikir yang sesungguhnya. Melalui tahapan inkuri, siswa diajak untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Pada tahapan ini guru harus memberikan ruang dan kesempatan untuk mengembangkan gagasan dalam upaya pemecahan persoalan. Melalui berbagai tehnik bertanya guru harus dapat menumbuhkan keberanian siswa agar mereka dapat menjelaskan, mengungkap fakta sesuai dengan pengalamannya, memberikan argumentasi yang meyakinkan, mengembangkan gagasan dan lain sebagainya.
e)      Tahap akomodasi
Tahap akomodasi adalah tahap pembentukan pengetahuan baru melalui proses penyimpulan. Pada tahap ini siswa dituntut untuk dapat menemukan kata-kata kunci sesuai dengan topik atau tema pembelajaran. Pada tahap ini melalui dialog, guru membimbing agar siswa dapat menyimpulkan apa yang mereka temukan dan mereka pahami sekitar topik yang dipermasalahkan.
f)       Tahap transfer
Tahap transfer adalah tahapan penyajian masalah baru yang sepadan dengan masalah yang disajikan. Tahap transfer dimaksudkan sebagai tahapan agar siswa mampu mentransfer kemampuan berpikir setiap siswa untuk memecahkan masalah-masalah baru. Pada tahap ini guru dapat memberikan tugas-tugas yang sesuai dengan topik pembahasan
6.      Advanced Organizer
Model ini dipelopori oleh david ausubel, yang dimana untuk menerapkan konsepsi tentang struktur kognitif dalam merancang pembelajaran sehingga bisa meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari informasi yang baru.
Menurut Aunurrahman (2012: 160) Advanced organizer dalam proses pembelajaran memiliki tiga tahap, yaitu sebagai berikut.
a)      Tahap pertama
            1)      Menjelaskan tujuan pembelajaran;
            2)      Menjelaskan panduan pembelajaran;
            3)      Menumbuhkan kesadaran pengetahuan dan pengalaman siswa yang relevan;
Pada tahap ini dilakukan agar menarik minat peserta didik dan agar pemikiran dan aktivitas yang mereka lakukan berorientasi pada tujuan pembelajaran.
b)      Tahap kedua
             1)      Menjelaskan materi pembelajaran;
             2)      Menbangkitkan perhatian siswa;
             3)      Mengatur secara eksplisit tugas-tugas;
Pada tahap ini, bagaimana guru mempertahankan perhatian siswa yang sudah tumbuh melalui kegiatan tahap pertama agar mereka dapat memahami arah kegiatan secara jelas.
c)      Tahap ketiga
             1)      Menggunakan prinsip-prinsip secara terintegrasi;
             2)      Meningkatkan keaktivitas pembelajaran;
             3)      Mengembangkan pendekatan-pendekatan kritis guna memperjelas materi pembelajaran.
7.      Memorisasi
Model ini digunakan agar peserta didik mampu mengembangkan kemampuannya dalam menyerap dan megintegrasikan informasi sehingga siswa-siswa dapat mengingat informasi yang telah diterima dan dapat me-recall kembali pada saat yang diperlukan.
Menurut Aunurrahman (2012: 159) model pembelajaran jenis ini dapat dilakukan melalui beberapa tahap berikut ini:
1.      Mencermati materi, yakni materi yang telah diberikan digarisbawahi bagian yang penting, memberi tanda pada bagian yang diperlukan;
2.      Mengembangkan hubungan, yakni materi yang telah diberikan dicari hubungan antar materi yang saling terkait, dengan menggunakan kata kunci, kata yang bergaris atau dengan melingkarkan kata tertentu;
3.      Mengembangkan sensori image, dengan menggunakan teknik yang lucu atau mungkin dengan kata-kata yang berlebihan sehingga lebih mudah diingat;
4.      Melatih re-call dengan memperhatikan tahapan sebelumnya dan hal ini harus dipelajari  secara terus menerus.

3.    Personal (The Personal Family Model)
Model personal dikembangkan dengan beberapa tujuan esensial:
1.     Untuk mengarahkan perkembangan dan kesehatan mental dan emosiaonal melalui pengembangan rasa percaya diri dan pandangan realistik tentang dirinya, dengan membangun rasa empati dirinya terhadap orang lain.
2.      Mengembangkan kesinambungan proses pendidikan beranjak dari kebutuhan dan aspirasi siswa sendiri, menempatkan siswa sebagai partner di dalam menentukan apa yang dia pelajari dan bagaimana dia mempelajarinya.
3.   Mengembangkan aspek-aspek khusus kemampuan berfikir kualitatif, seperti kreativitas, ekspresi-ekspresi pribadi.
Yang trmasuk model pembelajaran ini adalah:

a.      Model pembelajaran tanpa arahan (non directive teaching)
Adalah model yang berfokus pada upaya memfasilitasi kegiatan pembelajaran. Model ini didasari pendapat bahwa siswa memiliki tanggungjawab terhadap aktivitas belajarnya. Model ini prinsipnya adalah meletakkan peran sebagai seorang guru untuk aktif membangun kerjasama yang diperlukan dan memberikan bantuan yang di butuhkan pada saat para siswa mencoba memecahkan masalah. Secara prinsip model ini digunakan dalam berbagai cara:
Ø      Pertama, sebagai model dasar untuk melaksanakan pendidikan secara keseluruhan.
Ø    Kedua, mengkombinasikan dengan model pembelajaran yang lain untuk menjamin bahwa hubungan itu dibuat sendiri oleh para siswa.
Ø      Ketiga, digunakan pada saat siswa merencanakan kegiatan mandiri atau kelompok.
Ø   Keempat,  dipakai secara periodik pada saat memberikan penyuluhan kepada para siswa, menemukan apa yang mereka pikirkan dan rasakan dan membantu merek memahami apa yang mereka lakukan.
Penerapan model pembelajaran ini lebih banyak dilakukan dalam bentuk interview tidak langsung yang dilakukan melalui beberapa urutan yang terbagi dalam enam fase, yaitu:
Ø      Fase pertama, membantu siswa mendefinisikan situasi.
Ø      Fase kedua, menentukan masalah.
Ø      Fase ketiga, mengembangkan pemahaman/ pengertian siswa.
Ø      Fase keempat, merencanakan dan merumuskan keputusan.
Ø      Fase kelima, penerapan keseluruhan urutan fase di atas (integrasi).
Ø    Fase keenam, siswa melakukan bentuk tindakan-tindakan positif yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.

b.       Model pembelajaran untuk meningkatkan rasa percaya diri (Enhancing Self Esteen)
Winataputra (2005:6) mengemukakan selain dari model pembelajaran tanpa arahan sbagaimana dikemukakan sebelumnya masih ada beberapa model lain yang juga diarahkan untuk mendorong peningkatan integritas kepribadian, terutama rasa percaya diri siswa, yaitu model sinektik, latihan kesadaran serta pertemuan kelas.
a)      Model latihan kesadaran (Ewarenes Training Models)
Adalah model pembelajaran yang diarahkan untuk memperluas kesadaran diri dan kemampuan untuk merasa dan berpikir. Model ini berisikan rangkaian kegiatan yang dapat mendorong timbulnya interaksi hubungan antar sesama individu, citra diri, rasa ingin mencoba dan penampilan diri seseorang.
Dalam proses pembelajaran, latihan kesadaran dimulai dengan mengatur siswa dengan berbagai bentuk arahan dari guru. Siswa-siswa diharapkan terlibat langsung dalam kegiatan/ aktivitas dan diskusi untuk mengidentifikasi berbagai reaksi-eaksi emosional. Dengan tujuan utama adalah membuka berbagai kemungkinan tumbuhnya kesadaran terhadap diri dan hubungan interpesonal.

b)      Model Pertemuan Kelas (classroom meeating)
Di dalam kelas model ini diwujudkan selayaknya sebuah rapat atau pertemuan di mana kelompok bertangggungjawab untuk membangun sistem sosial yang sesuai untuk melaksanakan tugas-tugas akademis dengan mempertimbangkan unsur perbedaan perseorangan dengan tetap menghargai tugas-tugas bersama dan hak-hak orang lain. adapun bentuk pertemuan kelas yaitu:
a.       Pertemuan untuk memcahkan masalah sosial.
b.      Pertemuan yang tidak hanya terbatas bagi para siswa, di mana para siswa terlibat dalam mendiskusikan berbagai masalah kehidupan.
c.   Pertemuan sebagaimana bentuk pertama dan kedua, namun para siswa terikat untuk membahas sesuatu yang berkaitan dengan hal-hal yang sedang dipelajari di dalam kelas.




4. Model Pembelajaran Sosial

Mengapa dikatakan model pembelajaran sosial? Karena pendekatan pembelajaran yang termasuk dalam kategori model ini menekankan hubungan individu dengan masyarakat atau orang lain. Model-model dalam kategori ini difokuskan pada peningkatan kemampuan individu dalam berhubungan dengan orang lain, terlibat dalam proses demokratis dan bekerja secara produktif dalam masyarakat. Dalam hal ini, akan dipelajari 3 model pembelajaran yang termasuk ke dalam pendekatan pembelajaran sosial, yaitu (1) model pembelajaran bermain peran, (2) model pembelajaran simulasi sosial, dan (3) model pembelajaran telaah atau kajian yurisprudensi.  
   .    Model Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing)
model role playing (bermain peran) adalah model pembelajaran dengan cara memberikan peran-peran tertentu kepada peserta didik dan mendramatisasikan peran tersebut kedalam sebuah pentas. Bermain peran (role playing) adalah salah satu model pembelajaran interaksi sosial yang menyediakan kesempatan kepada murid untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar secara aktif dengan personalisasi.[10] Oleh karena itu, bentuk pengajaran role playing memberikan pada murid seperangkat/serangkaian situasi-situasi belajar dalam bentuk keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru. Selain itu, role playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain saat menggunakan bahasa tutur.
Model pembelajaran bermain peran (role playing) dibuat berdasarkan asumsi bahwa sangatlah mungkin menciptakan analogi otentik ke dalam suatu situasi permasalahan kehidupan nyata, bermain peran dapat mendorong murid mengekspresikan perasaannya dan bahkan melepaskannya, dan bahwa proses psikologis melibatkan sikap, nilai dan keyakinan kita serta mengarahkan pada kesadaran melalui keterlibatan spontan yang disertai analisis.[11]
Model role playing dapat membimbing anak didik untuk memahami prilaku dan peran mereka dalam interaksi sosial, agar mampu memecahkan masalah-masalah dengan lebih efektif. Role playing dirancang secara husus oleh Fannie dan George Shaftel untuk membantu anak didik mempelajari dan merefleksikan nilai-nilai sosial, membantu mereka mengumpulkan dan mengolah informasi, mengembangkan empati dan memperbaiki keterampilan sosial mereka. Dengan penyesuaian yang cocok, model ini dapat diterapkan pada siswa di seluruh tingkat umur.[12]
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disintesiskan bahwa model role playing adalah model bermain peran dengan cara memberikan peran-peran tertentu atau serangkaian situasi-situasi belajar kepada murid dalam bentuk keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru dan didramatisasikan peran tersebut kedalam sebuah pentas.
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam model pembelajaran bermain peran menurut Suherman adalah:[13]
1)    Menyiapkan skenario pembelajaran
2)    Menunjuk beberapa murid untuk mempelajari skenario tersebut
3)    Pembentukan kelompok murid
4)    Penyampaian kompetensi
5)    Menunjuk murid untuk melakonkan skenario yang telah dipelajarinya
6)    Kelompok murid membahas peran yang dilakukan oleh pelaku.
7)    Presentasi hasil kelompok
8)    Bimbingan penyimpulan dan refleksi.
Sedangkan menurut Hamzah B.Uno, Prosedur bermain peran terdiri atas sembilan langkah, yaitu: (1) persiapan/pemanasan, (2) memilih partisipan, (3) menyiapkan pengamat (observer), (4) menata panggung atau tempat bermain peran, (5) memainkan peran, (6) diskusi dan evaluasi, (7) memainkan peran ulang, (8) diskusi dan evaluasi kedua, dan (9) berbagi pengalaman dan kesimpulan.[14]
Manfaat yang dapat diambil dari model role playing adalah:[15]
1. Role playing dapat memberikan semacam hidden practise, dimana murid tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan atau istilah-istilah baku dan normatif terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari
2.    Role playing melibatkan jumlah murid yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar.
3. Role playing dapat memberikan kepada murid kesenangan karena role playing pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain murid akan merasa senang karena bermain adalah dunia murid. Masuklah ke dunia murid, sambil kita antarkan dunia kita
    2.    Model Pembelajaran simulasi sosial
Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya pura- pura atau berbuat seolah- olah. Kata simulation artinya tiruan atau perbuatan yang pura- pura. Dengan demikian, simulasi dalam metode pembelajaran dimaksudkan sebagai cara untuk menjelaskan sesuatu (bahan pelajaran) melalui perbuatan yang bersifat pura- pura atau melalui proses tingkah laku lak imitasi. Atau bermain peran mengenai tingkah laku yang dilakukan seolah- olah dalam keadaan yang sebenarnya.[16]
Simulasi merupakan suatu metode pembelajaran praktek interaktif yang melibatkan penciptaan situasi atau ruang belajar dalam suatu program pelatihan.Tujuan dari simulasi adalah untuk memunculkan pengalaman pembelajaran selama mengikuti program pelatihan. Metode ini mirip dengan permainan peran, tetapi dalam simulasi, peserta peserta lebih banyak berperan sebagai dirinya sendiri saat melakukan kegiatan. Misalnya: sebelum melakukan praktek penerbangan, seorang siswa sekolah penerbangan melakukan simulasi penerbangan terlebih dahulu (belum benar-benar terbang).
Metode simulasi telah diterapkan dalam pendidikan lebih dari tiga puluh tahun. Pelopornya adalah Sarene Boocock dan Harold Guetzkow. Walaupun model simulasi bukan dari disiplin ilmu pendidikan, tetapi merupakan penerapan dari prinsip sibernetik, suatu cabang dari psikologi sibernetik yaitu suatu study perbandingan antara mekanisme kontrol manusia (biologis) dengan sistem elektro mekanik, seperti komputer. Jadi, berdasarkan teori sibernetika ahli psikologi menganalogikan mekanisme kerja manusia seperti mekanisme mesin elektronik. Menganggap siswa (pembelajar) sebagai suatu sistem yang dapat mengendalikan umpan balik sendiri (self regulated feedback). Sistem kendali umpan balik ini, baik manusia maupun mesin mempunyai tiga fungsi, yaitu (1) menghasilkan gerakan/ tindakan sistem terhadap target yang diinginkan, (2)membandingkan dampak dari tindakannya tersebut, (3) memanfaatkan kesalahan (error) untuk mengarahkan kembali ke jalur yang seharusnya. [17]
Prosedur Pembelajaranproses simulasi tergantung pada peran guru/fasilitator. Ada empat prinsip yang harus dipegang oleh fasilitator/guru. Pertama adalah penjelasan. Untuk melakukan simulasi, pemain harus benar- benar memahimi aturan mainnya, oleh karena itu sebelum permainan dimulai, guru/ fasilitator harus menjelaskan tentang aturan permainan dalam simulasi. Kedua adalah mengawasi (refeereing). Simulasi dirancang untuk tujuan tertentu dengan aturan dan prosedur permainan tertentu. Oleh karena itu, fasilitator harus mengawasi jalannya permainan agar dapat berjalan sesuai dengan ketentuan. Ketiga adalah melatih (Coaching). Dalam simulasi, pemain akan melakukan kesalahan. Oleh karena itu, fasilitator harus memberikan bimbingan, saran dan petunjuk agar pemain tidak mengulangi kesalahan yang sama. Keempat adalah diskusi. Dalam simulasi, refleksi menjadi bagian yang penting. Oleh karena itu, setelah simulasi selesai, fasilitator harus mendiskusikan beberapa hal antara lain: kesulitan- kesulitan, hikmah yang bisa diambil, bagaimana memperbaiki kekurangan simulasi dan sebagainya.[18]
Dalam permainan simulasi, yang harus dilakukan oleh guru adalah: (1) Mempersiapkan siswa yang menjadi pemeran simulasi, (2) Menyusun skenario dengan memperkenalkan siswa terhadap aturan, peran, prosedur, pemberian skor (nilai), tujuan permainan dan lain- lain. Guru menunjuk siswa untuk memegang peran- peran tertentu dan menguji cobakan simulasi untuk memastikan bahwa seluruh siswa memahami aturan main simulasi tersebut, (3) Melaksanakan simulasi, siswa berpartisipasi dalam permainan simulasi dan guru melakukan peranannya sebagimana mestinya.[19]
Dalam simulasi, pemain/peserta akan mengalami kesalahan. Oleh karena itu guru/fasilitator harus memberikan saran, petunjuk atau arahan sehingga memungkinkan mereka tidak melakukan kesalahan yang, sama. Dan keempat adalah diskusi.
Kaitannya dengan kelompok model pembelajaran, simulasi diarahkan pada model pembelajaran sosial. Simulasi sosial adalah simulasi yang dimaksudkan mengajak peserta melalui suatu pengalaman yang berkaitan dengan persoalan-persoalan sosial. Menurut pengalaman sejumlah guru, metode simulasi dalam konteks model pembelajaran sosial sangat efektif digunakan jika guru menghendaki agar siswa menemukan makna diri (jati diri) di dalam dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok. Jenis model pembelajaran sosial misalnya melalui bermain peran dan atau simulasi. Dalam bermain peran, siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan perilaku dirinya dan perilaku orang lain. Fungsi model pembelajaran sosial adalah (1) untuk menggali perasaan siswa, (2) memperoleh inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap, nilai dan persepsi, (3) mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah, dan (4) mendalami mata pelajaran dengan berbagai cara.
Aplikasipermainan simulasi dapat merangsang berbagai bentuk belajar, seperti belajar tentang persaingan (kompetisi), kerja sama, empati, sistem sosial, konsep, keterampilan, kemampuan berpikir kritis, pengambilan keputusan dan lain-lain. Namun demikian, model simulasi agak berbeda dengan model-model lain. Model ini agak rumit, tergantung pada pengembangan simulasi yang tepat, baik yang melibatkan peneliti, pengembang, (sistem analis, programer dan lain-lain), perusahaan komersial, guru atau kelompok guru dan lain-lain. Dewasa ini, dengan semakin majunya teknologi komunikasi dan informasi, seperti komputer dan multimedia, telah banyak permainan simulasi dihasilkan untuk berbagai kebutuhan yang mencakup berbagai topik dari berbagai disiplin ilmu (mata pelajaran)[20]
3.   Model Pembelajaran Telaah Yurisprudensi
Model ini dirancang untuk siswa dalam studi sosial dan menyiratkan metode kasus sebuah studi, mengingatkan pendidikan hukum. Studi kasus yang melibatkan masalah sosial di daerah-daerah di mana kebijakan publik harus dilakukan (keadilan dan kesetaraan, kemiskinan dan kekuasaan dll) Mereka dituntun untuk mengidentifikasi kebijakan publik isu-isu serta pilihan yang tersedia untuk berhubungan dengan mereka dan nilai-nilai yang mendasari orang-orang pilihan. Model ini dapat digunakan di daerah manapun di mana ada isu-isu kebijakan publik, karena etika misalnya dalam ilmu pengetahuan, bisnis dan olahraga dan lain-lain.
Model ini didasarkan pada konsepsi masyarakat di mana orang berbeda pandangan dan prioritas dan nilai-nilai sosial yang sah bertentangan satu dengan lainnya. Menyelesaikan kompleks, isu-isu kontroversial dalam konteks tatanan sosial yang produktif membutuhkan warga negara yang dapat berbicara satu sama lain dan berhasil bernegosiasi tentang perbedaan mereka.permasalahan daerah umum, masalah ras dan etnis, konflikkeagamaan dan ideologis, konflikkeamanan individu, konflik antara kelompok-kelompok ekonomi, kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan keamanan bangsa.
Sintaks Model yurisprudensi:
1. Orientasi untuk kasus
2. Mengidentifikasi masalah
3. Mengambil posisi
4. Menjelajahi sikap yang mendasari posisi yang diambil
5. Refining dan kualifikasi posisi
6. Pengujian asumsi tentang fakta, definisi, dan konsekuensi.
Reaksi dari model Yurisprudensi adalah:
1.    Mempertahankan iklim intelektual yang kuat di mana semua pandangan dihormati; menghindari evaluasi langsung pendapat siswa.
2.    Lihat bahwa isu-isu yang benar-benar dieksplorasi
3.    Substansi berpikir siswa melalui pertanyaan relevansi, konsistensi, spesifisitas, umum, kejelasan definisi, dan kontinuitas.
Pengajaran Model yurisprudensi Menjaga gaya dialektis; gunakan dialog konfrontatif, mempertanyakan asumsi siswa dan menggunakan contoh yang spesifik (analogi) untuk lebih berfariasi dengan laporan yang umum.
hindari mengambil sikap keras kepala. konteks untuk mengeksplorasi situasi dari peristiwa sejarah untuk menjelajahi adanya nilai hukum.
Peran guru selama latihan ini sangatlah penting. Siswa sebagai peneliti, juga mendiskusikan, dan berdebat, guru harus mendorong siswa untuk melibatkan diri ke satu sisi masalah ini, tapi akan mendukung jika mereka berubah pikiran ketika dihadapkan dengan bukti baru, dan mendorong mereka untuk mempertimbangkan sudut pandang lain. Pada tiap saat, guru harus tetap netral terhadap masalah ini, mendorong diferensiasi posisi, dan mempromosikan sintesis dari posisi yang berbeda yang disajikan di depan kelas.
Aplikasi Akhir dari model ini adalah fase yang paling penting. Dalam fase ini bahwa siswa mengambil apa yang telah dipelajari dan menerapkannya ke lingkungan mereka. Siswa harus mampu melihat nilai dalam ilmu yang telah mereka pelajari dan melihat bahwa dengan pengetahuan ini mereka dapat memiliki dampak yang muncul.
Langkah pertama dari proses ini adalah untuk setiap siswa mengusulkan sebuah rencana aksi secara keseluruhan dengan resolusi. Beberapa cara siswa telah menerapkan apa yang telah mereka pelajari dan menjadi terlibat dalam kegiatan masyarakat meliputi:
1.      Menulis surat kepada dewan kota, perwakilan negara, negara senator, gubernur, atau walikota.
2.      Terkemuka atau berpartisipasi dalam kegiatan seperti pembersihan masyarakat, kegiatan daur ulang, atau petition drives.
3.      Menghadiri pertemuan atau rapat dewan kota lingkungan lokal.
Apa pun tindakan siswa mengambil harus dinilai dalam keterangan laporan rencana aksi mereka.
Kunci untuk model instruksi adalah bahwa siswa mendapat kesempatan untuk menerapkan keterampilan penyidikan dan strategi tindakan untuk masyarakat dimana mereka tinggal.








Kesimpulan

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa model-model pembelajaran merupakan kerangka konseptual sedangkan strategi lebih menekankan pada penerapannya di
kelas sehingga model-model pembelajaran dapat digunakan sebagai acuan pada kegiatan perancangan kegiatan yang sistematik dalam mengkomunikasikan isi pelajaran kepada siswa.




 Bukti Kegiatan





Daftar pustaka

[1]Gunter, M. A., Estes, T. H., & Schwab, J. H. 1990. Instruction: A models approach.
Boston: Allyn and Bacon. hl. 67
[2]Joyce, B., & Weil, M. 1980. Model of teaching. New Jersey: Prentice-Hall, Inc
[3]Burden, P. R., & Byrd, D. M. 1996. Method for effective teaching, second edition. Boston: Allyn and Bacon. h. 85
[4]Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2012) h. 25
[5]Elizabeth B Hurlock, 1978, Perkembangan Anak, (terj.Med Meitasari Tjandrasa & Muslichah Zarkasi), Jakarta: Glora Aksara Pratama, h. 256.
[6]Elizabeth B Hurlock, 1978, Perkembangan Anak, h.256.
[10]Oemar Hamalik,  Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Bumi Aksara, 2004) h.214
[11]Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran..., h. 25
[12]Bruce Joice & Marsha Weil, Models of Teaching, Terj. Achmad Fawaid dan Ateilla Mirza, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 36
[13]Suherman, E. 2009. Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi KompetensiMurid. Educare; Jurnal Pendidikan dan Budaya. ISSN 1412-579x, (Online) http://educare.e-fkipunla.net, (diakses tanggal 20-09-2014), h. 7
[14]Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran..., h. 26
[15] Bobby DePorter, & Hemacki, M, Quantum Learning. (Bandung: Kaifa, . 2000). 
[16]Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran..., h. 27
[17]Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran..., h. 28
[18]Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran..., h. 29
[19]Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran..., h. 30
[20]Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran..., h. 30



Tidak ada komentar:

Posting Komentar